Mading Digital

NESAMA
  • Sarana dan Prasarana

    Sarana dan Prasarana SMPN 1 Malangbong

  • Home

    Mading Digital SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Info Grafis SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Program Unggulan SMPN 1 Malangbong

Kasih sayang

 Kasih sayang?

Karya    : Rika Angraeni

Kelas    : 9C


Dalam pelukan hati 

Ku merasa hangat di belai kasih

Bagai angin kepada alam

Yang tak ada lepasnya menjelma makna

"Saling menyatu"


Tapi,hati ini masih keliru

Masih tersesat di selubung pertanyaan

"kemana tatapan kasih sayang mu itu,tuann?"

Sebentar kau jadi rembulan 

Lalu, sebentar kau jadi langit malam

Haruskah aku,manjadi dinding pemandangan saja,

Biar hening tak di dengar

Di dendang kesunyian


"tapiii,..tuan?"

Apakah kau akan jadi rembulan lagi,

Aku merindukan gerimis rembulan mu itu

Nan sejuk mengantarkan kasih sayang...


"kenapa kau tak jadi gerimis saja?"

Biar kita yang menjelma di bulan purnama..

ya

Baik tuan,

[21.14, 29/4/2024] Fitri Nurbani: 👍🏼

RUMAH BARU, PENGGANTI RUMAH KENANGAN

 RUMAH BARU, PENGGANTI RUMAH KENANGAN

Karya    : Rika Angraeni

Kelas 9c

Lilir mataku melirik 

Sebuah bangunan kokoh berdiri

Diriku sedikit bertanya pada hati ku

"wahai gerangan siapa itu berdiri kokoh di hadapanku?"

Itulah rumah pekarangan baru

Rumah baru,di atas selimut tanah

"tuann,,dimana mesti sya taruh air mata langit ini?"

Tinggalkan saja di pipimu

Biar ia menyapu resah dukamu

Biarkan,,saja fatamorgana mu menatap mantra hatimu

Tak..tak..takk...

Tinggalkan..

Tinggalkan saja,, waktu mu dalam bongkahan batu itu

Beranjak lah kau dari ayat ayat kenangan

"dimana saya simpan benang benang rindu ini tuan"?

Simpan saja, di sela sela air matamu..

PENANTIAN DIUJUNG SENJA

 PENANTIAN DIUJUNG SENJA

Karya    : Naila

Kelas    : 9D

Entah sudah berapa jam aku duduk di tepi pantai seperti ini. Menanti seseorang bersama senja yang setia menemani. Langit yang semula biru cerah kini berubah menjadi keemasan. Saat itu, hatiku benar-benar terasa gundah. Sebab, sampai detik ini yang dinanti belum juga memperlihatkan diri.

Tak lama dari itu, ada seseorang yang memanggilku dari belakang. Suara seorang pria yang kurasa sudah tidak asing lagi bagi telingaku.

“Azalea...,” ujar lelaki itu.

“Akhirnya, kamu datang juga Altha!” Ucapku.

Tapi setelah ku ingat, itu bukanlah suara Altharel. Aku langsung saja membalikkan tubuhku, dan menatap laki-laki yang kini berada di hadapanku.

“Kamu menunggu Altharel ya?” Laki-laki itu kembali bersuara. Tiba-tiba saja rasa kecewa mulai menyelinap masuk kedalam dada, saat mengetahui dia adalah Alvaro, bukan Altharel.

“Mau apa kamu?” Aku balik bertanya.

“Aku hanya ingin memberitahumu, sebaiknya kamu lupakan Altharel.”

“Why?”

“Dia tidak baik untukmu, lea.”

“Darimana kamu tahu dia tidak baik untukku? Dan apa urusannya denganmu?”

“Karena aku mencintaimu Azalea. Aku tidak mau kamu tersakiti oleh Altharel.”

“Sudah cukup Varo! I don’t love you. Sekarang mending kamu pergi saja dari sini!”

Dengan senyuman yang kian memudar layaknya matahari yang meredup, Alvaro pergi dengan lirih selamat tinggal.

Sedangkan aku, kembali menatap senja yang perlahan hilang ditelan malam. Tapi Altharel belum juga hadir, padahal senja yang sedari tadi menemani kini sudah hampir menghilang.

“Sejak kapan kamu disini lea?” Ujar laki-laki yang tiba-tiba saja hadir.

“Sudah ku bilang pergi Varo!” jawabku.

“Varo? Aku Altharel.”

Seketika aku membalikkan badanku, dan ternyata benar, dia Altharel! Aku segera saja memeluknya dengan erat, namun ia tak membalas pelukanku. Aku merasa biasa saja, tak senang juga tak sedih. Bukankah seharusnya aku bahagia? Penantianku yang cukup lama akhirnya terbayarkan oleh kehadirannya.

“Kenapa kamu menungguku disini?” Altharel kembali bersuara.

Aku melepaskan pelukannya. “Karena ini hari ulang tahunku. Tahun kemarin kamu memberiku kejutan disini, untuk itu sekarang aku kesini, aku berharap kamu kembali hadir dan memberi kejutan yang sama,” jawabku antusias.

Namun Altharel masih terlihat biasa saja. Tapi tetap saja, wajahnya masih terlihat menenangkan meski tak ada eskpresi apapun. “Maaf Azalea, kedatanganku kemari tidak seperti harapanmu.” Altharel mengalihkan pandangannya.

“Aku kemari hanya ingin mengatakan bahwa mulai sekarang, kita selesai,” lanjutnya.

Kalimat terakhirnya berhasil melemahkan seluruh tenaga yang ada di dalam tubuhku. Ia berhasil menghancurkan cintaku dalam sekejap. “T-tapi kenapa?” ucapku terbata-bata.

“Sayang, kenapa lama sekali?” ucap perempuan yang secara tiba-tiba hadir diantara kita berdua. Ia menggandeng tangan Altharel seperti sudah kenal dekat. 

“Dialah alasannya lea. Hubungan kita tidak akan bisa bertahan lama sebab keegoisan kamu. Dan dia, hadir dengan memberikan perhatian yang selama ini aku butuhkan. Dia berhasil membuatku jatuh cinta. Maafkan aku, Azalea.” Altharel menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Lagi-lagi ia berhasil membuatku hancur sehancur-hancurnya. Selama ini, aku berusaha untuk menahan rasa rinduku sendirian tanpa melibatkan orang lain. Namun mengapa ini yang aku dapatkan? Laki -laki yang selama ini kupercaya malah mengkhianati kepercayaanku.

Langit semakin gelap, begitupun hatiku. Aku berlalu begitu saja dihadapan mereka, meskipun aku berharap Altharel menarik tanganku dan menahan kepergianku, namun itu tidak terjadi. Ia terlihat baik-baik saja, bahkan terlihat sangat bahagia dengan kekasih barunya.

-selesai-

PANAH

 PANAH

Karya : Rika Anggraeni

Kelas : 9C


Panah,tak lagi bercakap pada ulat

Tentang ia yang berlumur darah

Tentang,,darah yang tak lagi abadi

Tanpa partitur

Membasahi kain tak bersalah


Keelokan tajamnya 

Kini tak lagi terdengar

Hanya semerbak darah saja 

Yang menetes butiran per butiran

Yang 10 jumlahnya 

Tak terhingga..


Ia melirikku dalam tatapan terkampar 

Memandang matanya, seakan cakrawala pun pecah dalam rintik air tak  terjawab

Kauu,,kauu mengubur bayanganku

Dengan sebuah cangkul tak berdosa..


Lihattlahh,, percikan darah ku larii

Ke selang selang rumputt

Ia bersembunyi dari genggaman kejii 


Kauu,kauu yang menghabisi nyawaku

Dengan jemari lentikmu,,yang tak kembali elok

Kau sentuh darah abadiku

Tanpa jejak rasa penyesalan


Wahaii kauu panahh..

Kenapa kau tega, melumuri kain tak berdosa 

Sungguh derana hatiku,panah

Melihat daksaku tertinggal dalam lorong tanahh...

Shyam dan sang chandra

 Shyam dan sang chandra

Karya : Rika Anggraeni

Kelas  : 9C


Lilir angin terus menepak angan ku 

Mengundang kampa jiwaku

Ia menyeruu jejak tangan,tuk syahdukan sebongkah lagu


Saat Shyam  tiada akhir 

Saat itu juga rembulan berseri pada ku

Rautnya gemilang sekali 

Bagai seribu Tirta air mata 

Yang  mengambarkan antariksa di manis nya sang Chandra 

Ohh, tiada dua manis nya 

Bahkan ,burung terus menepak butir per butir  sayap ,menatap rautnya


Bahkan,  ia kalahkan seribu bintang berkelap kelip 

Yang terus Menganti nyala  api 

Ada yang hijau 

Oranye 

Merah 

Bahkan kuning 

Iaa ,berjajar bergelayut di hentakkan sang Mega 


Saat itu bibir ku tersenyum 

Tangan ku memeluk tubuhku

Jantung ku tiada hentinya 

 Ia menarii,menari didalam denyut nadi


Tapi Shyam terus membentakku 

Malam 

Malam

Pergilah kau tidur!

Ia menyuruh ku tuk pergii 

Dari jeruji  rumput yang terus memelukku

Bahkan seribu bintang ia matikan dengan aksara api keji


Sang Chandra itu meratapi ku 

Dengan tangan kasihnya membelai lembut pipiku 

Ia mengusap tangisan ku

"pergilah, ini sudah malam"

Kusoroti jejak kaki mu dengan belai kasihku

Biar kau tak kehilangan titik titik arah perjalananmu 

Biar jalan itu berikan kau tanda tanda pulang

"tapii,tempat ini begitu, begitu berkilau tuan,,aku tak sanggup meningalkan memori ini"

Sang Chandra tak henti henti nya,ia menyinari rintik pipiku

Satu,dua ,tiga kali aku membasuh rintikan air ini

Tak gentar nya ia mengalir  membasuhi kainku


Sudahlahh,simpan saja aku di bingkai merah itu 

Simpan saja aku di ceruk itu

Simpan saja,,aku di kamar ituu

Biar aku selalu ada di sela sela denyut nadimu...