Mading Digital

NESAMA
  • Sarana dan Prasarana

    Sarana dan Prasarana SMPN 1 Malangbong

  • Home

    Mading Digital SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Info Grafis SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Program Unggulan SMPN 1 Malangbong

HARAPAN DI TENGAH

 HARAPAN DI TENGAH

KEPUTUSASAAN

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Di jantung kota metropolitan Jakarta, kehidupan berjalan

seperti biasa. Hiruk pikuk kendaraan, ramainya pasar, dan tawa

anak-anak bermain menjadi pemandangan sehari-hari. Namun,

kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.

Berita tentang virus baru yang mematikan mulai menyebar

dari Wuhan, China. Virus itu diberi nama c-25. Gejala awalnya

mirip flu biasa, namun dalam hitungan hari, tubuh penderita

akan melemah, demam tinggi hingga 45 derajat Celsius, dan

akhirnya meninggal dunia.

Virus c-25 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.

Kota-kota besar menjadi sunyi, jalanan lengang, dan

rumah-rumah dipenuhi isak tangis. Pemerintah di seluruh dunia

memberlakukan lockdown, menutup perbatasan, dan

mengisolasi wilayah-wilayah yang terpapar virus c-25.

Ekonomi dunia lumpuh, bisnis bangkrut, dan jutaan orang

kehilangan pekerjaan. Dunia berada di ambang kehancuran.

Di sebuah laboratorium kecil di pinggiran kota Jakarta,

enam anak muda Indonesia, Shakira, Chindita, Emilda, Alfie

Maxwell, dan Brian, berjuang melawan waktu. Mereka adalah

harapan terakhir umat manusia, tumpuan asa di tengah

keputusasaan.

Shakira dan Maxwell, seorang ahli virologi yang berbakat,

dengan tekun meneliti sampel virus c-25. Alfie dan Emilda,

seorang ahli kimia yang jenius, meracik berbagai senyawa

untuk menemukan formula yang tepat. Serta Brian dan

Chindita, seorang ahli biologi molekuler yang handal, bertugas

menganalisis struktur virus dan mencari titik lemahnya.

Hari-hari mereka lalui dengan kerja keras dan doa. Mereka

tidur di laboratorium, makan makanan instan, dan

mengabaikan kehidupan pribadi mereka. Yang ada di benak

mereka hanyalah bagaimana menyelamatkan dunia dari

kehancuran.

Setelah berbulan-bulan melakukan penelitian yang

melelahkan, Shakira, Chindita, Emilda, Maxwell, Alfie, dan

Brian akhirnya menemukan titik terang. Mereka berhasil

mengidentifikasi struktur virus c-25 dan menemukan senyawa

yang dapat melumpuhkannya.

"Ini dia!" seru Shakira dan Maxwell, matanya berbinar-binar.

"Senyawa ini dapat menghancurkan protein virus c-25!"

Alfie dan Emilda segera meracik formula obat berdasarkan

senyawa tersebut. Brian dan Chindita memastikan bahwa obat

tersebut aman dan efektif untuk digunakan pada manusia.

Setelah melalui serangkaian uji coba yang ketat, obat c-25

akhirnya siap diproduksi massal. Kabar baik ini menyebar

dengan cepat ke seluruh dunia, membawa harapan baru bagi

umat manusia.

Pemerintah di seluruh dunia bekerja sama untuk mendistribusikan obat c-25 secara gratis kepada seluruh penduduk. Rumah sakit-rumah sakit dipenuhi pasien yang ingin mendapatkan obat c-25.

Dalam beberapa minggu, virus c-25 berhasil dilumpuhkan. Jutaan nyawa berhasil diselamatkan. Dunia kembali bernafas lega.

Shakira, Chindita, Emilda, Maxwell, Alfie, dan Brian menjadi pahlawan dunia. Mereka tidak hanya menyelamatkan umat manusia dari kepunahan, tetapi juga memberikan inspirasi bahwa harapan selalu ada, bahkan di saat-saat tergelap.

Pesan Moral

Cerpen ini menggambarkan betapa pentingnya kerja keras, kerjasama, dan keyakinan dalam menghadapi tantangan. Di tengah krisis global, ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi senjata ampuh untuk menyelamatkan umat manusia.

Selain itu, cerpen ini juga mengingatkan kita untuk tidak pernah menyerah dan selalu berharap, karena keajaiban bisa datang dari mana saja, bahkan dari tempat yang tidak terduga.

MISTERI DIBALIK LUKISAN

 MISTERI DIBALIK LUKISAN

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Rumah tua itu berdiri kokoh di ujung kampung. Catnya mengelupas, kayu-kayunya lapuk, namun aura mistisnya masih terasa kuat. Anak-anak kecil di kampung sering berbisik tentang hantu yang menghuni rumah itu, membuat suasana semakin mencekam.

Dina, gadis remaja penuh rasa ingin tahu, tak pernah takut pada cerita-cerita hantu. Justru, ia penasaran dengan rumah tua itu. Suatu sore, saat matahari mulai condong ke barat, Dina memberanikan diri memasuki halaman rumah tua tersebut.

Halaman rumah penuh dengan semak belukar. Daun-daun kering bertebaran di mana-mana, seakan menyambut kedatangannya. Dina berjalan perlahan, hati berdebar kencang. Sesekali, ia mendengar suara-suara aneh yang membuatnya merinding.

Akhirnya, Dina sampai di depan pintu rumah. Pintu kayu itu terlihat usang dan berkarat. Dengan hati-hati, Dina mendorong pintu itu. Bunyi derit pintu kayu menambah rasa tegangnya.

Di dalam rumah, suasana gelap dan pengap. Debu menyelimuti seluruh ruangan. Dina menyalakan senter ponselnya dan mulai menjelajahi ruangan demi ruangan. Ia menemukan banyak barang-barang antik yang sudah berlumuran debu. Ada jam dinding besar yang sudah berhenti, sebuah piano tua yang tertutup kain, dan beberapa lukisan yang digantung di dinding.

Salah satu lukisan menarik perhatian Dina. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita muda yang sedang menangis. Wajahnya terlihat sangat sedih dan kesepian. Dina merasa ada sesuatu yang aneh dengan lukisan itu. Semakin lama ia menatap lukisan itu, semakin ia merasa tidak nyaman.

Tiba-tiba, lampu senter Dina mati. Ruangan menjadi gelap gulita. Dina berusaha mencari saklar lampu, namun tidak menemukannya. Ia mulai panik. Tiba-tiba, ia mendengar suara tangisan yang sangat sedih. Suara itu berasal dari arah lukisan.

Dina mendekati lukisan itu dengan hati-hati. Saat jarinya menyentuh bingkai lukisan, lampu senternya menyala kembali. Namun, lukisan itu sudah berubah. Wanita muda yang sedang menangis itu sekarang menatapnya dengan tatapan kosong.

Dina berteriak ketakutan dan berlari keluar dari rumah. Ia berlari sekencang-kencangnya hingga sampai di ujung kampung. Tiba-tiba, ia merasa sangat lelah dan jatuh tersungkur.

Ketika Dina membuka matanya, ia sudah berada di kamarnya. Ternyata, tadi hanya mimpi buruk. Namun, rasa takut masih menghantuinya.

Keesokan harinya, Dina menceritakan mimpinya kepada neneknya. Neneknya tersenyum dan berkata, "Rumah tua itu menyimpan banyak rahasia, Nak. Dulu, ada seorang wanita muda yang tinggal di rumah itu. Ia sangat sedih karena ditinggal pergi oleh kekasihnya. Kesedihannya begitu mendalam hingga ia meninggal di dalam rumah itu."

Nenek melanjutkan ceritanya, "Konon katanya, arwah wanita itu masih bergentayangan di sekitar rumah itu. Ia mencari cinta yang tak pernah ia dapatkan."

Dina terdiam mendengar cerita neneknya. Ia baru menyadari bahwa lukisan yang dilihatnya dalam mimpi adalah gambaran dari wanita muda yang malang itu.

Sejak saat itu, Dina tidak pernah lagi berani mendekati rumah tua itu. Ia sadar bahwa ada kekuatan mistis yang bekerja di balik rumah tua tersebut. Rumah tua itu menjadi sebuah misteri yang belum terpecahkan.

Pesan Moral:

Cerita ini mengajarkan kita untuk menghargai masa lalu dan menghormati keberadaan makhluk halus. Setiap tempat memiliki sejarahnya sendiri, dan kita harus berhati-hati dalam menjelajahi tempat-tempat yang menyimpan banyak misteri.

KOTA YANG TERANCAM

 KOTA YANG TERANCAM

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Di tengah hiruk pikuk kota metropolitan yang ramai, tersembunyi sebuah kelompok yang terdiri dari enam individu luar biasa. Mereka adalah Fadhil, Nizar, Najia, Wardah, Riziq, dan Rahil, masing-masing dianugerahi kekuatan super unik yang membuat mereka berbeda dari manusia biasa.

Fadhil, dengan kepekaan alaminya, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan hewan. Nizar, seorang pemikir ulung, mampu membaca pikiran orang lain. Najia, dengan tatapan mata yang menembus waktu, dapat melihat masa lalu yang telah terjadi. Wardah, seorang visioner, mampu melihat masa depan yang akan datang. Riziq, dengan kekuatan yang menakjubkan, dapat membelah dirinya menjadi lima individu yang identik. Dan Rahil, dengan kelincahan dan kecepatan yang luar biasa, dapat menghilang dalam sekejap mata.

Mereka berenam, yang dikenal sebagai "The Six", telah berjanji untuk menggunakan kekuatan mereka untuk melindungi kota dari segala ancaman. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa, selalu siap untuk turun tangan ketika kejahatan dan ketidakadilan merajalela.

Namun, kedamaian kota terusik ketika muncul sebuah kelompok penjahat yang dipimpin oleh seorang dalang misterius. Kelompok ini, yang dikenal sebagai "The Syndicate", berencana untuk mengambil alih kota dan mengubahnya menjadi wilayah kekuasaan mereka.

The Syndicate tidak beraksi sendiri. Mereka memiliki sekutu yang kuat, sebuah geng beranggotakan individu-individu berbahaya yang dipimpin oleh Fathan, Alwi, Azki, Isna, Zahira, dan Hilya. Geng ini, yang dikenal sebagai "The Shadow Syndicate", bertugas untuk mengganggu dan menggagalkan setiap upaya The Six untuk menggagalkan rencana The Syndicate

The Six dan The Shadow Syndicate terlibat dalam serangkaian pertarungan sengit di seluruh penjuru kota. Fadhil menggunakan kemampuannya untuk berkomunikasi dengan hewan-hewan, mengumpulkan informasi tentang pergerakan musuh. Nizar membaca pikiran para anggota The Shadow Syndicate, mencari tahu rencana mereka yang sebenarnya. Najia melihat masa lalu para penjahat, mencari kelemahan yang bisa dieksploitasi. Wardah melihat masa depan, mencari tahu strategi terbaik untuk menghadapi musuh. Riziq, dengan kelima dirinya, menyerang dari berbagai arah, membingungkan dan mengacaukan musuh. Dan Rahil, dengan kemampuan menghilangnya, menyusup ke markas musuh, mengumpulkan informasi penting.

Pertarungan demi pertarungan dimenangkan oleh The Six. Mereka berhasil menggagalkan rencana The Syndicate untuk meracuni sumber air kota, menghentikan mereka dari mencuri teknologi canggih, dan menggagalkan upaya mereka untuk menyebarkan ketakutan dan kekacauan di antara warga kota.

Namun, The Shadow Syndicate tidak menyerah begitu saja. Mereka terus berupaya untuk melemahkan The Six, mencoba untuk memecah belah persatuan mereka. Mereka menyebarkan desas-desus dan fitnah, mencoba untuk menanamkan keraguan dan ketidakpercayaan di antara para pahlawan super.

Di tengah tekanan yang semakin besar, The Six menghadapi ujian berat. Salah satu dari mereka, Rahil, ternyata memiliki masa lalu yang kelam yang terkait dengan The Syndicate. Rahil, yang merasa bersalah dan tertekan, akhirnya berkhianat dan bergabung dengan musuh.

Pengkhianatan Rahil mengguncang The Six. Mereka merasa marah, kecewa, dan bingung. Bagaimana bisa salah satu dari mereka mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan?

Namun, di saat-saat sulit ini, persahabatan dan kesetiaan mereka diuji. Mereka belajar untuk saling memaafkan dan melupakan kesalahan masa lalu. Mereka menyadari bahwa kekuatan sejati mereka bukan hanya terletak pada kekuatan super yang mereka miliki, tetapi juga pada ikatan persahabatan yang kuat di antara mereka.

Dengan semangat baru, The Six bersatu kembali. Mereka menghadapi The Syndicate dan The Shadow Syndicate dengan keberanian dan tekad yang tak tergoyahkan.

Pertempuran terakhir terjadi di pusat kota. The Six dan The Syndicate terlibat dalam pertarungan epik yang menentukan nasib kota.

Fadhil memimpin pasukan hewan-hewan, menyerang musuh dari segala arah. Nizar menggunakan kemampuan membaca pikirannya untuk memprediksi gerakan musuh, memberikan informasi penting kepada rekan-rekannya. Najia melihat masa lalu para penjahat, mencari tahu kelemahan mereka yang tersembunyi. Wardah melihat masa depan, mencari cara terbaik untuk mengalahkan musuh. Riziq, dengan kelima dirinya, bertarung dengan gagah berani, melumpuhkan musuh-musuh yang kuat. Dan Rahil, yang telah kembali ke sisi kebenaran, menggunakan kemampuan menghilangnya untuk menyusup ke markas musuh, menghancurkan sumber kekuatan mereka.

Setelah pertarungan yang panjang dan melelahkan, The Six akhirnya berhasil mengalahkan The Syndicate dan The Shadow Syndicate. Kota kembali aman dan damai.

The Six telah membuktikan bahwa kekuatan super bukanlah jaminan kemenangan. Yang terpenting adalah bagaimana mereka menggunakan kekuatan tersebut untuk kebaikan dan bagaimana mereka bekerja sama sebagai tim yang solid.

Mereka juga belajar bahwa setiap orang memiliki kekuatan tersembunyi di dalam diri mereka. Kekuatan untuk berbuat baik, kekuatan untuk mencintai, dan kekuatan untuk tidak pernah menyerah.

The Six akan terus melindungi kota mereka dan menjadi inspirasi bagi semua orang. Mereka adalah pahlawan super yang tidak hanya memiliki kekuatan super, tetapi juga hati yang penuh kasih dan semangat yang tak pernah padam.

APA ITU AYAH

 APA ITU AYAH

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Apa Itu Ayah

Dina selalu bertanya pada ibunya, "Bu, apa itu ayah?" Ibunya tersenyum lembut, mengusap rambut halus Dina. "Ayah itu, sayang, seperti pohon besar yang melindungi kita dari terik matahari dan hujan. Akarnya kuat menancap di tanah, menjaga kita agar tetap teguh."

Dina masih belum mengerti. "Tapi, Bu, aku belum pernah melihat ayah." Ibunya terdiam sejenak, matanya berkaca-kaca. "Ayahmu ada di surga, sayang. Dia menjaga kita dari sana."

Dina mengangguk, walaupun ia tak benar-benar paham. Setiap malam, sebelum tidur, Dina selalu menatap langit. "Ayah, apakah kamu melihatku? Aku merindukanmu."

Bertahun-tahun berlalu, Dina tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan baik hati. Ia sering mendengar cerita tentang ayahnya dari ibunya. Tentang bagaimana ayahnya sangat menyayanginya, tentang tawa cerahnya, dan tentang pelukan hangat yang selalu membuatnya merasa aman.

Suatu hari, Dina menemukan sebuah buku harian di lemari ibunya. Di dalamnya, ia menemukan banyak sekali surat cinta dari ayahnya untuk ibunya. Surat-surat itu begitu indah, penuh dengan kata-kata kasih sayang. Dina membaca surat-surat itu berulang kali, hatinya terasa hangat.

Dari surat-surat itu, Dina mulai mengerti apa arti seorang ayah. Ayah adalah sosok yang kuat, penyayang, dan selalu ada untuk keluarganya. Meskipun ayahnya sudah tidak ada di sisinya, cinta ayahnya tetap hidup di dalam hatinya.

Dina teringat akan sebuah cerita yang pernah diceritakan ibunya. Dulu, ketika Dina masih kecil, ayahnya selalu membacakan dongeng sebelum tidur. Salah satu dongeng yang paling disukai Dina adalah tentang seorang pangeran yang menyelamatkan seorang putri dari naga jahat. Dina bertanya pada ibunya, "Bu, apakah ayahku seperti pangeran itu?" Ibunya tersenyum, "Ayahmu lebih dari seorang pangeran, sayang. Ayahmu adalah pahlawanmu."

Sejak saat itu, Dina tidak lagi bertanya, "Apa Itu Ayah?" Ia sudah menemukan jawabannya sendiri. Ayah adalah sosok yang abadi, yang cinta kasihnya akan selalu menyertainya sepanjang hidup. Dina yakin, di mana pun ayahnya berada, ayahnya pasti bangga melihatnya tumbuh menjadi gadis yang kuat dan mandiri.

Suatu hari, Dina pergi ke taman yang sering ia kunjungi bersama ibunya. Di sana, ia melihat seorang anak kecil sedang menangis tersedu-sedu karena kehilangan bola. Tanpa ragu, Dina menghampiri anak itu dan membantunya mencari bola. Setelah menemukan bola itu, anak kecil itu tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih.

Dina teringat pada dirinya sendiri ketika masih kecil. Ia merasa senang bisa membantu anak itu. Dalam hati, Dina berbisik, "Ayah, lihatlah aku. Aku sudah tumbuh besar dan bisa membantu orang lain, seperti yang selalu ayah ajarkan."

Dina melanjutkan studinya di kota besar. Ia merindukan rumah dan ibunya, tetapi ia selalu ingat pesan ayahnya untuk terus belajar dan meraih cita-cita. Di kota besar, Dina bertemu dengan banyak orang baru. Salah satunya adalah seorang guru yang sangat menginspirasinya. Guru itu sering menceritakan kisah tentang ayahnya, seorang pelaut yang menjelajahi lautan luas.

Dari guru itu, Dina belajar tentang keberanian, keteguhan hati, dan semangat petualangan. Ia menyadari bahwa nilai-nilai yang dimiliki ayahnya juga dimiliki oleh banyak orang lain. Ayah adalah sosok yang universal, yang bisa ditemukan dalam berbagai bentuk dan rupa.

Suatu hari, Dina memutuskan untuk mengunjungi makam ayahnya. Di sana, ia duduk termenung sambil mengingat semua kenangan indah bersama ayahnya. Ia merasa sangat bersyukur memiliki ayah yang luar biasa.

Dina menyadari bahwa meskipun ayahnya sudah tiada, ia tetap hidup di dalam hati Dina. Cinta ayahnya akan selalu menjadi kekuatan yang mendorongnya untuk terus maju. Dina berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi orang yang berguna bagi orang lain, seperti ayahnya.

Pesan Moral:

Cerita ini ingin menyampaikan bahwa meskipun seseorang tidak pernah bertemu dengan ayahnya, cinta seorang ayah tetap bisa dirasakan melalui cerita, kenangan, dan warisan yang ditinggalkan. Ayah adalah sosok yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, dan kasih sayangnya akan selalu menjadi sumber kekuatan dan inspirasi. Cinta seorang ayah tidak terbatas oleh ruang dan waktu, bahkan setelah ia tiada, kasih sayangnya akan selalu hidup di hati anak-anaknya.

Rumah Ternyaman

 Rumah Ternyaman 


By : Naira Hilmiyah 


"Ude, Rara kok tinggal di sini sih? Sedangkan Ade sama mama di rumah?"

Tanya seorang gadis kecil kepada uwanya dengan linangan air mata di matanya. Wanita paruh baya itu tersenyum sambil mengelus-elus rambut kepala milik Anara.

"Emngnya Rara ga seneng tinggal di sini?"

Gadis kecil yang baru berusia lima tahun itu menggelengkan kepalanya pelan. "Rara seneng kok tinggal sama ude, sama kakak sama wa gede juga."

Ucap Anara kembali sambil menghapus air mata miliknya.

"Terus kenapa Rara sedih? Masa anak seceria Rara sedih sihh."

Ucap ude sambil mencubit gemas pipi Ara.

"ara cuman penasaran aja ude, masa Ade Rara di rumah sama mama tapi raranya di sini. Eum.. mama sayang ga yah sama Rara?"

Mendengar pertanyaan dari gadis itu ude menatap ke arah sang anaknya atau biasa di sebut dengan panggilan kakak itu. Keduanya saling menatap satu sama lain dan tersenyum.

"Rara, semua orang sayang tau sama Rara. Jangan bilang gitu lagi yah? Kakak, ude, wa gede, semuanya sayang sama Rara. Jangan sedih lagi yah Rara."

Ucap kakak sambil menghapus jejak air mata Rara. Gadis kecil itu tersenyum mendengar ucapan dari sang kakak.

"Kakak, Rara mau susu."

Ucap gadis itu yang membuat sang kakak tersenyum.

"Mau buat susu rasa apa?"

"Coklat kak, di dot Rara yah bikinnya?"

Sang kakak menganggukkan kepalanya dan berlalu untuk membuatkan gadis kecil itu satu botol susu coklat.

"Ini dia pesanan Rara datang."

Ucap sang kakak sambil memberikan dot yang berisii susu coklat itu kepada Rara.

"Makasih kakak."

Terdengar suara ayam jantan berkokok. Seorang gadis terbangun dari tidurnya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

"Ude? Kakak? Wa gede? Ara kangen kayak dulu."

Ucap Anara dengan lirih. Ternyata kejadian itu hanyalah sebuah mimpi untuk mengenang masa lalunya yang indah selama beberapa tahun di sana.

"Sekarang Ara udah gede yah? Ara kangen di ajarin baca sama kakak, Ara kangen di bikinin susu sama kakak, Ara juga kangen di pukpuk sebelum tidur sama ude, Ara juga kangen di ajak main ke kebun sama wa gede."

Lanjut gadis itu sambil terus menangis.

Semenjak Anara akan memasuki kelas 1 SD gadis itu tiba tiba di ajak pulang kerumahnya untuk tinggal di sana. Anara sangat senang saat dirinya mulai kembali tinggal di sana. Namun, setiap malam gadis itu selalu merenung memikirkan momen momen indah bersama mereka.

"Kenapa baru sekarang yah Ara di pulangin? Kenapa dari kecil Ara tinggal di sana terus? Tapi Ara seneng di sana, semuanya sayang sama Ara."

Ucap sang gadis di kala itu.

***

Kini Anara susah menginjak usia 15 tahun. Di saat gadis itu baru saja pulang mengaji gadis itu menghampiri sang mama yang tengah bermain di rumah uwanya, sebut saja wa Ani.

Di saat gadis itu akan memasuki rumahnya, Anara mendengar jika sang ibu tengah membicarakan mengenai dirinya.

Anara pun memutuskan untuk mendengarkan semua pembicaraan itu, hingga tak terasa air matanya mengalir dengan begitu deras. Karna sudah tak kuasa untuk terus mendengarkan ucapan itu semua, Anara pun memutuskan untuk pulang kerumahnya dan mendudukkan dirinya di atas kasur miliknya.

"Hiks, hiks kenapa harus aku, tuhan? Aku ga sekuat itu..."

Gadis itu menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. 

"Ara"

Panggil seseorang dengan lirih sambil mengusap lembut rambut kepalanya. Menyadari itu Anara pun mendongakan kepalanya melihat siapa orang yang ada di belakangnya.

"Sakit yah? Ga papa masih ada kakak di sini. Rara jangan nangis lagi yah? Lupain luka itu dan cari kebahagiaan Rara, gak harus dari mereka Rara, kamu bisa cipatin semuanya sendiri."

Rara tersenyum saat mendapati sang kakak yang ada di sampingnya. Belaian lembut di kepalanya membuat Rara semakin tenang.

"Kak, makasih yah? Makasih udah selalu ada buat Rara, dan masih juga udah mau jadi rumah ternyaman buat Rara."

Sang kakak pun memeluk Anara dengan erat. Keduanya menangis sambil menatap jendela yang ada di kamar Rara.

"Kakak akan selalu jadi rumah buat Rara, jangan pernah berpikir kalo orang lain ga sayang sama Rara, masih ada ude, Kakak sama wa gede yang akan selalu bersama dengan Rara."

Keduanya pun saling tersenyum dan kembali berpelukan setelah sekian lamanya.

"Makasih ya tuhan, karna engkau telah memberikan obat yang terbaik buat rara."

Monolog gadis itu sambil tersenyum.