Mading Digital

NESAMA
  • Sarana dan Prasarana

    Sarana dan Prasarana SMPN 1 Malangbong

  • Home

    Mading Digital SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Info Grafis SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Program Unggulan SMPN 1 Malangbong

SURATKU UNTUK IBU

 


SURATKU UNTUK IBU

 

KARYA:KHINARA MEIRA A

KELAS:8A

 

BERTAHUN SETELAH KEPERGIANNYA,KURINDUKAN IA KEMBALI

DENGAN APAKAH KUBANDINGKAN PERTEMUAN KITA...IBUKU?

 

DENGAN SENJA SEMAR SEPOI,PADA MASA PURNAMA MENINGKAT NAIK SETELAH MENGHALAUKAN PANAS PAYAH TERIK.

 

HATIKU TERANG SETELAH MENDOAKANMU,BAGAI BINTANG MEMASANG LILINYA..

 

KALBUKU TERBUKA MENUNGGU KEHADIRANMU,BAGAI SEDAP MALAM MENYIRAK KELOPAK

 

ADUH... IBUKU SETELAH KEPERGIANMU HIDUPKU KELAM BAGAI BATU YANG TERENDAM AIR

 

IBU... KU HANYA BISA MEMBALAS KERINDUAN INI DENGAN DOA

 

KU DOAKAN AGAR KAU BAHAGIA DI SANA DAN AKU BAHAGIA DISINI...

Totebag Gambar Ilustrasi





 Karya siswa dan siswi kelas 8 dengan judul seni rupa, sub point gambar ilustrasi, dan media dan alat yang digunakan adalah totebag, cat akrilik dan kuas,  dibawah bimbingan Bapak Adly Fauzan, S. Sn.

Lukisan



 Lukisan dengan tema kekayaan/keindahan bawah laut dengan menggunakan media kertas dan krayon, karya Naiya Fatma Rosida Zaenudin kelas 9D.

Latihan Mandiri tari kreasi baru kolaborasi tari tradisional






Demi terciptanya kekompakan untuk menampilkan kreasi seni tari pada pentas ujian praktek seni budaya, siswa dan siswi kelas 9 berlatih secara mandiri untuk membuat kreasi tari yang dikolaborasikan dengan tari daerah. Setiap siswa membagi tugas dan tanggung jawab agar terlaksanaya pentas yang maksimal dan dilayak ditonton.
 

Kegiatan FLS2N tingkat kabupaten






Kegiatan FLS2N tingkat Kabupaten yang diselenggarakan pada hari selasa tanggal 23 Mei 2023. Dari SMPN 1 Malangbong diwakili oleh Azka Khoirunnisa dari kelas 7H. Dari 42 peserta lolos sebagai 10 finalis terbaik.

 

Tari kreasi baru kolaborasi tari daerah



 Kreasi seni tari persembahan siswa dan siswi kelas 9 dalam kegiatan praktek ujian akhir seni budaya, dengan tema tari kreasi baru kolaborasi tari daerah. Pada kegiatan ini siswa dan siswi memepunyai peran masing-masing, ada yang menjadi nayagan, penari, MC, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan pentas. Pentas kreasi seni tari ini dibimbing oleh guru seni budaya yang ahli di bidang sini tari yang bertalenta yaitu Ibu Dini Susan Sondari, S. Pd.

Kota Bewto

Kota Bewto
Penulis: Ulfa Renita
Kelas: 8J

Orang selalu berkata bahwa hidup seperti roda yang terus berputar. Akan tetapi, mengapa hidupku selalu berada di bawah? Hidupku sangat miris, hidup tanpa orang tua. Disaat remaja lain menikmati indahnya dunia, aku harus bekerja untuk memenuhi isi perutku dan adikku.

Saat masih kecil, aku melihat sebuah pertunjukan yang sangat menakjubkan. Di pertunjukan itu, aku melihat seorang penyanyi. Ia mempunyai paras yang cantik dan menawan. Suaranya mengalun indah. Ia adalah Hana. Saat pertama kali aku melihat Hana, aku berpikir, apakah aku bisa menjadi sepertinya? Ah, itu tidak mungkin. Hana terlahir di keluarga kaya raya dan terhormat. Berbanding terbalik denganku yang bahkan tidak mempunyai orang tua.

Saat aku sedang mencari makanan untuk makan siang, aku melihat sesuatu. Aku melihat secarik kertas yang menempel di dinding pemukiman warga. Aku membacanya, mataku membulat. Kertas itu berisi informasi audisi menyanyi yang ada di Kota Bewto. Jika berhasil lolos dari audisi ini, kita akan diangkat menjadi penyanyi bersama Hana. Aku tidak bisa melewatkannya begitu saja. Aku langsung berlari menghampiri Deni yang sedang memakan roti sisa.

"Kita harus cepat ke Kota Bewto, Deni!" ucapku dengan nafas yang tersengal-sengal akibat berlari menghampiri Deni.
"Kota Bewto sangat jauh kak! Untuk apa kita kesana?" jawab Deni kebingungan, ia hampir tersedak.
"Bagaimana pun caranya, kita harus ke Kota Bewto secepatnya. Disana terdapat audisi. Kita harus mengikutinya untuk memperbaiki keadaan kita." Aku menatap Deni tajam.
"Baiklah, apa pun itu, aku ingin kita kembali seperti dulu lagi," ucap Deni sembari menunduk, mengingat semua memori kebahagiaan mereka.

Aku dan Deni berpikir bagaimana caranya kita menuju ke Kota Bewto. Jika kita berjalan kaki, butuh waktu yang sangat lama untuk sampai ke Kota Bewto. Selain itu, kita tidak mempunyai kendaraan yang dapat di gunakan untuk ke kota Bewto. Sedangkan, audisi ini diadakan besok pagi. Karena terlalu lelah dan tidak mendapatkan jawaban, aku mengajak Deni ke sungai untuk menjernihkan pikiran.

Aku dan Deni berjalan menghampiri sungai. Kami hanya terdiam tenggelam dalam pikiran masing-masing. Sampai suatu ketika, suatu cahaya menyinari penglihatan ku dan Deni.
"Halo, anak-anak. Aku peri Allura. Kalian pasti sudah tidak asing dengan namaku bukan? Keberadaan ku bukan hanya dongeng semata," ucap seorang peri memakai gaun merah muda sembari terkekeh pelan. Aku terpukau, tidak bisa menjawab pernyataan yang barusan telah di lontarkan oleh peri Allura.
"Aku bisa mengabulkan satu permintaan kalian," sambungnya kembali.
"Deni ingin mempunyai ayah dan ibu!" ucap Deni antusias. Aku terkejut dengan ucapan Deni barusan.
"Tidak! Ingat, kita harus ke Kota Bewto Deni!" Aku menatap Deni tajam.
"Aku hanya bisa mengabulkan satu permintaan kalian." Suara peri Allura kembali terdengar.
"Permintaan ku, antar kita pergi ke Kota Bewto," ucap ku. Deni menatap ku tak percaya, seolah tidak menyangka aku akan lebih memilih untuk mengikuti audisi dibandingkan memiliki suatu keluarga yang lengkap. Deni berlari menjauhi ku dan peri Allura.

Peri Allura lalu menggoyang-goyangkan tongkat sihirnya. Sebuah cahaya bersinar kembali. Peri Allura sudah tak tampak kembali. Melainkan ada sebuah tikus raksasa dihadapan ku.
"Ayo naik," ucap tikus raksasa itu.
Tanpa menunggu Deni, aku langsung menaiki tikus tersebut. Tak apa, Deni jika marah tak akan lama. Lagi pula, aku mengikuti audisi hanya 1 hari. 

Saat sudah sampai di Kota Bewto, aku melihat sebuah tempat yang sudah di hiasi benda warna-warni. Aku pun langsung mendaftar kan diri untuk mengikuti audisi. 

Sesudah mendaftarkan diri, aku termenung menunggu giliran. Aku merasa, bahwa aku sangat jahat telah meninggal kan Deni di Desa Pinus sendiri. Aku sangat jahat telah meninggalkan Deni hanya untuk kepuasan sendiri. Aku sangat menyesal, aku disini tentu saja tidak karuan. Tak ada Deni, sang adik bersifat ceria yang suka menyemangati dan memotivasi ku disaat aku merasa takut, kecewa, dan tak tahu arah. Sekarang Deni tak ada. Tak ada yang menyemangati, memotivasi dan menghibur. Aku disini sendiri, memakai baju lusuh melihat peserta lain memakai gaun tanpa hadirnya penyemangat.  

Keesokan hari pun tiba. Audisi diadakan sangat meriah. Aku melihat banyak sekali peserta yang bernyanyi dengan indah. Aku pun merasa takut. Hampir giliran ku tiba, aku tak bisa fokus. Pikiran ku masih tertuju pada Deni. Semoga, Deni tak apa-apa disana.

Juri sudah memutuskan siapa pemenang nya. Semua peserta yang mengikuti audisi, menunggu jawaban juri dengan resah. 
"Selamat siang semua!" Hana menyapa semua peserta audisi.
"Saya disini akan mengumumkan siapa pemenang dari audisi ini." lanjut Hana dengan suaranya yang lembut.
"Pemenang nya ialah... Dena Dewani dari Desa Pinus! Beri tepuk tangan untuk Dena!" Aku terkejut. Aku sangat tidak percaya aku dapat lolos dari audisi ini. Aku hanya diam dan menangis bahagia. Aku segera ke panggung dan mengutarakan kebahagiaan ku setelah mendapatkan audisi ini.

Setelah mendapatkan audisi, hidup ku sangat berubah. Dari mulai berpakaian, pola hidup, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Tetapi, rasa sayang pada Deni tak berubah. Aku sangat sangat menyesal mengikuti audisi ini. Nyatanya, Deni belum ditemukan sampai sekarang. Berbagai cara sudah ku lakukan. Berkeliling ke berbagai tempat, memasang poster-poster. Tetap saja, Deni tidak ditemukan. Aku sangat pasrah, aku menyakinkan diri ku, bahwa ini memang takdir Tuhan. Mungkin saja, Deni disana berbahagia dan melupakan sosok kakak seperti ku. Tidak, aku tidak berhak dipanggil kakak setelah perlakuan ku pada adikku.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Aku sudah merelakan Deni. Kini, aku menjadi penyanyi terkenal. Setiap hari aku mendapat undangan untuk menyanyi. Tak sedikit yang ku tolak. Menjadi penyanyi itu tidak mudah. Selain lelah, menjadi penyanyi selalu dibicarakan dimana-mana. Tapi, aku sudah melatih mental ku agar tidak jatuh begitu saja. Aku mendatangi sebagian tempat dimana aku diundang untuk menyanyi. Contohnya hari ini, aku diundang ke Desa Pinus untuk menyanyi. Desa yang menyimpan banyak kisah ku dan Deni.

Aku menjalankan pesta semeriah dan selancar mungkin, tak ada kendala. Aku dipanggil ke panggung untuk berpidato. Aku tentu saja kebingungan, aku tak menyiapkan teks untuk berpidato. Tapi karena sudah dipanggil, aku maju dan menceritakan kisah ku untuk memotivasi semua orang. 

Tiba-tiba, suara petasan menyala. Bayangan seseorang dibelakang ku semakin terlihat jelas. Ternyata, ia adalah Deni. Aku berlari pada Deni memeluknya dengan erat, lalu menangis di pelukannya. Aku tak menyangka, bahwa Deni akan baik-baik saja. Aku sangat tidak menyangka, Deni tumbuh menjadi pria yang tampan. Ini berkat semua penggemar ku. Seluruh penggemar ku mencari-cari tentang keberadaan Deni. 

Acara pun selesai, aku mengajak Deni untuk berbincang-bincang. Aku menanyakan ia kemana selama ini, dan bagaimana hidupnya saat tak ada aku.
"Den, hidup kakak sekarang sudah lebih baik. Maafkan kakak dulu sangat egois dan meninggalkan mu di Desa Pinus sendirian. Den, ayo tinggal bersama lagi.." Aku memohon-mohon pada Deni. Deni hanya terdiam seperti memikirkan jawaban. Aku pun semakin ragu akan jawaban Deni.
"Maaf kak.." Deg, jantung ku terasa sangat sakit. Sudah kuduga, Deni akan menolak.
"Di panti, aku mempunyai teman yang menyayangi ku. Termasuk ibu panti. Ibu panti, mengajari ku banyak hal. Aku tak bisa meninggalkan nya begitu saja.. Maaf kan aku. Aku memang tidak bisa tinggal bersama mu, kak. Tetapi, akan ku usahakan kita dapat bertemu setiap saat." Aku tak bisa menjawab perkataan Deni. Hati ku sangat sakit. Aku menangis sejadi-jadinya. Tapi, mau bagaimana lagi? Deni lebih bahagia tinggal di panti asuhan tanpa kakak seperti ku.

Bulutangkis Kesayangan Indonesia


Bulutangkis Kesayangan Indonesia
Pengarang: Assyifa
Kelas: 9G

Para atlet Nasional menjadi representasi sebuah bangsa
Kalah menang mereka adalah sedih dan bangga orang sebangsa
Dan hampir selalu Bulutangkis yang beri rasa haru di dada
Tepuk bulu Angsa yang membuat kita paham rasanya jadi bangsa juara
Bulutangkis yang mengajarkan bangsa ini mentalitas pemenang
Setelah kalah atau semenjana di lebih banyak bidang
Sudah banyak hutang kita kepada Bulutangkis
Cabang yang mewariskan begitu banyak riwayat manis
Inilah olahraga semua anak bangsa
Bergilir etnis dan suku yang jadi juara
Bulutangkis kesayangan Indonesia

" BANGKIT DEMI PERTIWI"

 

BANGKIT DEMI PERTIWI

Penulis: Nisrina azizah
Kelas: 9A


Di atas padang yang luas

Banyak fatamorgana yang buas

Sanubariku meringkuk lemas

Otakku berpikir keras

Bisakah aku mengubah takdir yang ganas 

 

Aku berdecak bimbang

Tubuhku rasanya terombang

Aku mau pulang

Tapi baktiku masih kurang

 

Kita adalah generasi milenial

Bangkit dari lingkaran berkubang

Mengubah nasib yang malang

Membonsai mimpi yang telah takluk

Kena hardik pikiran hiruk pikuk

 

Dengan berbekal pengalaman dan pengetahuan

Mari kita berusaha wujudkan impian

Bersama-sama terus berjuang

Walau salah terus terulang

 

Ini bukan saatnya pulang

Ibu Pertiwi masih butuh sang patriotik

Tegakah engkau pergi dengan tenang

Meninggalkan Pertiwi yang tengah dilanda pelik

 

Ingatlah wahai kawan

Tiada satu apapun yang mustahil dilakukan

Asal ada kemauan dalam diri

Kita bisa ciptakan dunia sendiri

"Ren Yang Keras Kepala"

Ren yang Keras Kepala

Penulis: Ulfa Renita

Kelas: 8J


Pada siang hari yang sangat panas, dipinggir hutan hiduplah sekumpulan keluarga kelinci. Diantaranya, Tri si ibu kelinci, Pen si sulung, Ren si anak tengah, dan Sen si bungsu.

"Hah hah hah." Ren terengah-engah dan beristirahat sejenak.

"Teman-teman, bagaimana jika kita bermain disana?" Ren menunjuk ke dalam hutan.

"Bagaimana jika Ibu tidak mengizinkan kita kesana? Kan pesan ibu jangan bermain ke hutan. Lebih baik pulang dan izin terlebih dahulu kepada Ibu," jawab Pen si sulung dengan bijak.

"Aahh tidak perlu, ibu tidak akan mengizinkan kita, ayolah teman-teman," ucap Ren memohon pada Pen.

"Ayolahh, disini panas," sahut Sen setuju dengan ajakan Ren.

Sesampainya dihutan mereka bermain dengan sangat gembira. Tetapi, Pen dan Ren asik bermain berdua. Sen meminta untuk pulang terlebih dahulu, tetapi kedua kakanya tidak menghiraukan Sen dan asik bermain. Akhirnya Sen berinisiatif untuk pulang sendiri dan meninggalkan kedua kakaknya di hutan.

 

"Hahahahaha!" Ren tertawa sangat keras.

"Eh, dimana Sen?" Ren tidak melihat Sen, lalu ia bertanya pada Pen.

"Loh? Dimana dia?" Pen menjawab pertanyaan Ren dengan bingung.

"Jangan-jangan Sen bermain sendiri dan tersesat?" Tanya Pen dengan panik.

"Bagaimana ini? Ibu bisa marah, dan kita akan kena hukumannya!" Sahut Ren panik.

 

Mereka berlarian mencari Sen dihutan, akan tetapi, usaha mereka sia-sia. Mereka pun pulang dan akan memberi tahukan pada ibu, bahwa Sen sudah tidak bersama mereka lagi.

 

"Ibu!" Teriak Ren dan Pen.

"Kenapa anak-anak?" tanya ibu

"Sen dimana?" Ibu yang tidak melihat anak terakhirnya, dan terheran-heran.

"I-ibu.. Sen menghilang," ucap Pen terbata-bata.

"Apa!" Ibu terkejut.

"Kami bermain di hutan ibu, tiba-tiba Sen menghilang begitu saja," Ren ikut menjelaskan.

"Kan Ibu pernah bilang, jangan bermain di dalam hutan. Ibu melarang kalian untuk kebaikan kalian sendiri!" Ibu memarahi Pen dan Ren.

"Ayo ikut ibu, mari kita cari Sen bersama sebelum matahari terbenam." Ibu melewati Pen dan Ren.

"Sen!!" Teriak Ibu, Pen, dan Ren, yang sedang mencari Sen. Matahari akan segera terbenam, akan tetapi Sen belum saja ditemukan. Ibu sangat putus asa.

"Anak-anak, bagaimana ini? Sen belum di temukan. Sekarang matahari akan segera terbenam." Ibu kecewa pada kedua anaknya itu, dan tidak mau menatap Pen dan Ren.

"Ini semua salahmu, Ren! Kamu yang pertama kali ingin pergi ke hutan. Aku sudah melarangnya, tapi kamu tetap memaksa!" Ren hanya terdiam mendengar ucapan kakaknya itu, ia sangat-sangat merasa bersalah.

"Ini bukan sepenuhnya salah ku! Jika kamu bersih keras melarang ku, kami tidak akan pergi ke sana!" bentak Ren pada Pen.

"Apa maksud mu? Sudah ku peringatkan, namun kamu tetap memaksa aku dan Sen!" ucap

Setelah keluar dari dalam hutan. Ibu segera membukakan pintu. Tiba-tiba, Sen memeluk ibu.

"Ibu darimana saja? Aku takut sendirian di rumah."

"Seharusnya ibu yang bertanya, Sen darimana saja? Ibu sangat khawatir padamu." Ibu berbicara sambil menahan tangisnya.

"Ibu, kami minta maaf sudah lalai menjaga Sen, kami janji tidak akan mengulangi nya kembali," ucap Pen yang di sebelahnya terdapat Ren.

"Sudah tidak apa-apa, ibu memaafkan kalian. Tetapi, jangan sekali lagi melalaikan larangan Ibu, ya? Ini peringatan terakhir. Jika kalian tetap melanggarnya, Ibu tidak akan membantu." Ibu mengambil nafas sejenak dan berkata, "Sen cerita kan mengapa kau bisa menghilang tadi." Ibu bertanya dengan lembut pada Sen.

"Saat bermain, aku ingin pulang karena merasa bosan dengan Pen dan Ren yang asik main berdua. Aku mengajak Sen dan Ren pulang, tetapi mereka tidak menghiraukanku. Akhirnya, aku pulang sendiri. Karena tidak tahu arah pulang ke rumah, aku tersesat di dalam hutan. Beruntungnya, seorang penyihir kucing datang dan membantu ku keluar hutan dan pulang ke rumah ini. Ia ialah penyihir yang baik." Sen tersenyum mengingat bagaimana baiknya sang penyihir tersebut.

"Itu sebabnya Ibu melarang kalian bermain di hutan.  Sekarang kalian mandi dan istirahat, ya." Ibu berkata dengan sangat lembut.

"Baik, Bu!" sahut Pen, Ren, dan Sen secara bersamaan.