Mading Digital

NESAMA
  • Sarana dan Prasarana

    Sarana dan Prasarana SMPN 1 Malangbong

  • Home

    Mading Digital SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Info Grafis SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Program Unggulan SMPN 1 Malangbong

Jejak di Pasir yang Tak Terlihat

 Jejak di Pasir yang Tak Terlihat

Karya: Naida alfaujiah
Kelas: 7J

Di sebuah kota kecil, Ardi bekerja sebagai petugas kebersihan di gedung perkantoran. Sejak kecil, Ardi merasa impiannya selalu jauh, seakan tak terjangkau. Mimpi besarnya adalah menjadi penulis, tapi pekerjaan sehari-harinya tak pernah memberi ruang untuk itu. Setiap hari, ia bangun pagi, membersihkan lantai yang tak pernah dihargai orang. Semua orang sibuk dengan urusan mereka sendiri, dan tak ada satu pun yang peduli.

Suatu malam, saat membersihkan gedung yang hampir kosong, Ardi menemukan sepasang sepatu yang tertinggal. Di dalam sepatu itu, ada selembar kertas kecil yang bertuliskan, "Terkadang, jejak yang paling penting tidak terlihat oleh mata, tapi bisa dirasakan oleh hati."

Kalimat itu menghentikan langkah Ardi. Meskipun pekerjaannya tak terlihat, ia sadar bahwa setiap hal kecil yang ia lakukan tetap punya arti. Dengan semangat baru, Ardi mulai menulis kembali. Setiap kali ada waktu luang, ia menulis cerita-cerita kecil dalam buku catatan.

Beberapa bulan kemudian, seorang wanita yang kebetulan lewat melihat buku catatan Ardi dan tertarik dengan tulisannya. "Apakah kamu sudah mempertimbangkan untuk menerbitkannya?" tanyanya. Wanita itu akhirnya membantu Ardi mewujudkan mimpinya.

Meskipun perjalanan Ardi masih panjang, ia kini tahu bahwa jejak-jejak kecil yang ia buat, meski tak terlihat, tetap memiliki dampak besar.

---

Pesan Moral:

Cerpen ini mengingatkan kita bahwa setiap langkah kecil yang kita ambil, meski tak terlihat oleh banyak orang, tetap berarti. Jangan menyerah hanya karena dunia tidak melihat usaha kita; kadang-kadang, langkah kecil kita adalah yang paling kuat dalam mewujudkan impian

Lihat Kami Juga

 Lihat Kami Juga

By: Naira

Di siang hari yang begitu panasnya. Aku melihat dua orang gadis kecil yang tengah memulung botol bekas dengan satu orang anak kecil yang terus menangis dalam pangkuan salah satu gadis kecil itu.

"Assalamualaikum, Ade. Maaf mengganggu waktunya. Kalo boleh tau adeknya kenapa nangis terus??"

tanyaku kepada salah satu gadis itu.

"Adeku lapar kak, kami belum makan dari kemarin malam,"

Ujar Ratna kakak tertua dari ke dua adiknya, yakni Helmia dan Nara.

"Astagfirullah, kalo begitu ayo kita makan dulu,"

tawarku. Dan mereka hanya menganggukkan kepalanya.

Sesampainya di warung makan.

"Gimana enak makanannya??"

"Enak kak, makasih yah. Maaf udah ngerepotin kakak."

"Kalian ga ngerepotin kakak kok, kakak malah seneng karna dengan adanya kalian kakak merasa punya adek,"

Ungkapku yang membuat Ratna terdiam dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ratna kamu kenapa?"

Tanya ku sedikit panik.

"Ratna ga papa kok kak, Ratna cuman kangen bapa sama mamah Ratna aja. Hidup tanpa sosok dari orang tua itu sakit kak. Ratna juga mau sekolah, Ratna juga mau Ade-ade Ratna sekolah dengan layak. Bahkan untuk sekedar tidur saja kami tak mampu kak. Hidup di kota yang besar ini benar-benar sangat sakit, apa lagi saat mendapatkan hinaan dan cacian dari orang yang derajat nya jauh di atas Ratna,"

Ungkap Ratna. Yang membuat air mataku mengalir dengan sendirinya.

"Iya kak, Helmia juga mau hidup dengan baik seperti orang-orang diluaraan sana. Setidaknya Helmia mau punya teman untuk bermain kak. Jangankan untuk berteman menganggap kehadiran kita saja tidak. Kak, kenapa orang miskin seperti kita selalu dikucilkan? Apakah orang miskin seperti kita tidak berhak bahagia? Tolong, lihat Kami juga kak!! kami juga ingin merasakan kebahagiaan itu."

Sambung Helmia yang membuat hatiku tersayat.

"Ratna, Helmia. Dengerin kakak yah, tidak semua yang kalian pikirkan itu benar. Memang hidup tanpa sosok kedua orang tua itu sakit. Kakak juga merasakan hal itu. Tapi kalian harus yakin kalo di balik semua ini pasti ada hikmah yang begitu besar. Jangan pernah merasa terkucilkan, masih banyak orang diluaraan sana yang masih perduli sama kalian. Jangan berpikir seperti itu lagi yah, Ratna, Helmia. Masih ada Allah yang akan terus bersama kalian,"

Jelasku sambil memeluk ketiga anak kecil itu.

"Di dalam setiap kehidupan pasti akan selalu ada rintangan yang harus kita lewati. Manis pahitnya kehidupan tergantung bagaimana cara kita mengatasi masalah itu. Pentingnya bersyukur dalam kehidupan itu sangat lah penting. Bahkan di generasi kita yang sekarang ini, sikap menghargai dan perduli sesama manusia itu jarang sekali kita temui. Untuk itu marilah kita bangkitkan sikap menghargai dan perduli sesama manusia mulai dari sekarang. Dan jangan pernah merasa paling sempurna karna yang sempurna hanyalah Allah swt."

Di Antara Dua Sujud

 Di Antara Dua Sujud

By : Naira Hilmiyah 9G 

Aku adalah Freya, seorang gadis kecil yang menjadi tulang punggung keluargaku.

Di saat anak-anak seumuranku masih bermain dan belajar di sekolah, aku harus jualan kue setiap harinya demi memenuhi kebutuhan hidupku dan ibuku.

"Kuee...kue...kuenya...pa, Bu." 

Ya seperti ini lah kebiasaanku setiap harinya. 

Sore pun tiba. 

Di tengah perjalanan pulangku, ada 2 orang preman yang menghalangi jalanku

"Heh bocah!!!! Kalo Lo mau lewat sini lo harus bayar sama kita berdua!!!"

"T-tapi om, Freya ga punya uang om,"

Ujarku sambil memegang erat tas selempangku.

"Halahh bacotlu!!!!"

Kedua preman itu merebut tas selempangku dan mengambil semua uang hasil penjualan kue tadi.

"Om, jangan ambil uang Freya, nanti Freya sama ibu makan apa?? Ibu Freya lagi sakit om. Freya mohon jangan ambil uang Freya, kalo uangnya di ambil Freya ga bisa jualan lagi besok,"

Tangisku sambil memeluk lurus salah satu preman tersebut.

" Terus, menurut lo gue perduli?? Kagak!!!"

Sambil melepaskan pelukanku di lututnya, dan pergi.

"Ya Allah, bagaimana ini Freya sama ibu makan apa hari ini? Freya juga ga bisa jualan besok,"

Tangisku sambil memegang uang receh sebesar 7000 ribu rupiah. Yang akhirnya aku belikan nasi bungkus dengan lauk telor dadar.

Sesampainya di rumah.

"Assalamualaikum ibu, ibuu. Freya pulang,"

Ujarku sambil memasuki rumah tempat tinggalku.

"Uhuk, uhuk, waalaikumsalam nak, ibu di kamar."

Sahut ibu dari dalam kamar

"Loh nak kamu kenapa nangis?? "

Tanya ibuku saat melihatku menangis.

"I-ibu maafin Freya, tadi di jalan uang hasil jualan kuenya di rampok sama dua preman Bu, dan Freya cuman bisa beli satu nasi bungkus buat ibu. Maafin Freya buu."

Tangisku di dalam dekapan ibuku

"Astagfirullah!! Yaudah ga papa, mungkin ini cobaan dari tuhan untuk kita.Freya, dengerin ibu yah, kalo pun Allah memberikan Freya cobaan yang lebih berat dari ini, ibu mau Freya menerimanya dengan ikhlas yah, walaupun nanti ibu ga ada lagi di samping freya."

"K-kenapa ibu bilang seperti itu?? Ibu mau kemana?? "

"Ibu tidak akan kemana-mana nak. Lebih baik Freya bersih-bersih yah. Habis itu kita sholat berjamaah."

Akupun menyetujui ucapan ibuku."

Selesai membersihkan diriku. Aku dan ibuku melaksanakan sholat magrib bersama.

Namun saat sedang sujud terakhir ibuku tidak bergerak sama sekali. Yang membuat diriku panik dan menghentikan sholat magrib itu.

"Ibu... Ibu bangun buu.. ibu jangan tinggalin Freya...ibu...ibu bangun buu.."

Tangisku saat melihat ibuku sudah tak bernafas lagi.

"Ibu!!! Apakah ini yang di maksud dari perkataan ibu tadi?? Maafin Freya buu!! Freya ga bisa tanpa ibu.. Freya butuh ibu!!!"

1 Minggu setelah kepergian ibuku.

Dan aku tak pernah lupa untuk terus menyebut ibuku dalam setiap sujudku, meski terasa berat aku harus bisa menerima setiap coretan takdir. Karna aku yakin jika setiap orang pasti mempunyai masa, masa dimana ia harus tertawa dan menangis.

Antara Ombak Dan Rindu

 Antara Ombak Dan Rindu 

Karya : Naira Hilmiyah 9G

" Ziroo!! Rina, benar-benar merindukanmu, rindu akan senyuman manismu dan rindu akan lelucon hangatmu,"

ucapku sambil menatap ombak yang berhamburan. Sungguh rindu ini benar-benar terasa berat.

" Ombak ini benar-benar mengingatkanku padamu, Ziro."

Aku pun menundukkan kepalaku di iringi dengan air mata yang terus menetes membasahi pipiku.

"Hai, gadis manis!! Apa yang sedang  kamu lakukan di sini?"

tanya seorang pria, yang wajahnya begitu mirip dengan sahabatku, Ziro.

"Z-ziro!! Kamu Ziro kan?"

Pria itu mengerutkan dahinya.

"Apa yang kamu katakan gadis manis? Namaku Vino, bukan Ziro."

"T-tapi wajahmu mengingatkanku dengan sahabat kecilku, Ziro."

"Begitupun denganku,"

jawabnya. Aku pun mengerutkan dahiku.

" Ya, wajahmu mengingatkanku dengan kekasihku, Meisya. Dia juga sama seperti mu, sama-sama pecinta ombak. Namun sayangnya dia sudah kembali ke sang maha pencipta. Tanpa membawa diriku, bahkan dengan teganya ia ikut membawa cinta dan kebahagiaanku bersamanya."

"V-vin.."

" Kamu benar, gadis manis. Ombak ini benar-benar mengingatkanku padanya. Gadis Pecinta ombak yang sampai saat ini masih aku rindukan."

" Btw, sesayang itu yah kamu sama Ziro? Sudah berapa lama dia tidak bersamamu?"

Sambung Vino.

" Satu tahun. Semenjak ia tenggelam terbawa ombak,"

jawabku sambil menahan air mataku.

" Sungguh beruntung nasibmu, Ziroo!!"

"Beruntung? Apa yang beruntung? Nasibnya sungguh malang, Vino!!"

" Aku tau!! Setidaknya dia beruntung karna telah di cintai orang perempuan hebat sepertimu. Yang bahkan aku sendiripun tak pernah merasakan rasa cinta yang sebesar ini dari seorang perempuan."

" Kamu benar, vino. Ziro adalah cinta keduaku setelah papahku. Dan aku benar-benar mencintainya. Walaupun aku dengannya hanya sebatas sahabat. Dan hanya dengan ombak ini lah aku bisa merasakan kehadirannya dalam hidupku lagi."

Bisikan Angin

 Bisikan Angin 

By : Naira Hilmiyah 9G 


Rindu yang terasa sukar

memenuhi seluruh hatiku.

Kasih sayang yang sangat aku

idamkan, kini tak lagi aku rasakan.


Angin...

Sampaikanlah rindu ini padanya,

sampaikanlah ucapan terima kasih 

padanya dan sampaikanlah doa 

terbaik ini padanya.


Angin...

Ingin sekali aku merasakan 

Pelukan hangat itu lagi.

Angin...

Bawalah aku padanya,

bisikan padanya, jika putri kecilnya

ini sangat merindukannya.


Angin...

Bisikan juga padanya bahwa

putri kecilnya ini benar-benar 

merindukan nya, rindu akan 

kasih sayangnya dan rindu akan

pelukan hangatnya.