Mading Digital

NESAMA
  • Sarana dan Prasarana

    Sarana dan Prasarana SMPN 1 Malangbong

  • Home

    Mading Digital SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Info Grafis SMPN 1 Malangbong

  • Informasi

    Program Unggulan SMPN 1 Malangbong

Rumah Yang Hilang

Rumah Yang Hilang

Karya: Naira Hilmiyah

Kelas: 9G

Hujan deras terus membasahi bumi. Aku berusaha susah payah untuk menerjang hujan yang deras ini, untuk segera sampai di rumah. Baju biru putih, tas, sepatu semuanya basah akibat hujan deras ini. "Sungguh hari Senin yang menyebalkan!!" Monologku.

Sekitar pukul 16:00 wib, aku sampai di rumah. Dengan perasaan kesal aku menghentakkan kakiku di teras rumahku. Baru saja aku akan melepas tali sepatuku, tiba-tiba datang seorang anak kecil dengan nafasnya yang bergemuruh. 

"Hey!! Kamu kenapa?"

Tanyaku pada anak laki-laki itu. Terlihat jika anak itu tengah mengambil nafasnya dalam-dalam.

"R-rara, ude, ude udah ga ada."

Deg!!!

Bagaikan di sambar petir hati ini hancur sehancur-hancurnya. Aku terdiam selama beberapa detik, 

sebelum akhirnya aku berlari menuju rumah udeku.

Baru saja aku sampai di depan rumahnya, terlihat banyak sekali ibu-ibu dan bapak-bapak yang berkumpul dengan suara Isak tangis yang memenuhi sunyinya sore di hari itu.

"UDE!!!"

Teriakku sambil berusaha menggapai tubuhnya, namun dengan cepat mama memelukku dan memberiku satu gelas air putih.

"Maa...ini bohong kan yah?" Mama terdiam saat mendengar ucapan ku, sedetik kemudian mama menggelengkan kepalanya. Dengan cepat aku alihkan pandanganku ke arah sang kakak yang tengah menangis sambil memeluk erat jasad ude.

"Kak? Ude cuman tidur doang kan yah? Ude masih hidup kan yah? Kak? Kenapa diem kak? Kakak?"

Aku memeluk tubuh sang kakak dengan erat, berusaha untuk saling menguatkan satu sama lain.


"Raa... Nanti kakak gimana kalo ga ada ude?"

Satu kalimat itu cukup membuat aku terdiam, aku tau begitu hancurnya perasaan kakak saat ini. 


"Kak....masih ada Rara di sini, masih ada mama Rara dan semua orang di sini. Kakak jangan takut."

Kakak pun menganggukan kepalanya dan kembali memelukku dengan erat. 

***

"Ude? Ude masih hidup?"

Terlihat seorang wanita paruh baya itu melambaikan tangannya kepadaku. Aku tersenyum sambil berjalan menghampirinya. 

"Ude kenapa tinggalin semua orang yang ude sayang? Ude ga kasian sama wa gede? Ude juga ga kasian sama kakak? Ude kenapa diem aja? Rara kangen, maafin Rara yah karna udah jarang main lagi sama ude lagi."

Wanita paruh baya itu mengulum senyum manis nya dan membelai lembut rambutku.

"Ude.. ramadhan kali ini udah ga ada ude, Rara ga nyangka kalo ramadhan kemarin adalah Ramadan terakhir sama ude. 

"

Sambungku sambil tersenyum lirih menatap bola matanya wanita yang ada di hadapannya ini.

"Rara..jangan sedih lagi yah? Ude udah bahagia di sini, ude udah ga sakit-sakitan lagi. Di sini ada kakek sama nenek Rara, mereka di sini jagain ude. Oh iya..bilang juga sama kakak empi jangan sedih lagi, ude udah bahagia di sini."

Ucap wanita paruh baya itu sambil menghentikan belaian tangan dari rambutku.

Aku pun menganggukan kepalaku, mengerti akan apa yang beliau ucapkan. 

"Ude..makasih udah pernah jadi rumah ternyaman buat Rara, jangan lupain Rara. Rara sayang sama ude."

Ucapku yang mendapatkan anggukan dari ude. Sedetik kemudian beliau melambaikan tangannya dan menghilang begitu saja.

****

Di keesokan harinya, tepatnya di pukul 06:30 pagi. Aku ikut serta hadir dalam acara pemakaman beliau. Dengan perasaan hancur, aku mendudukkan diriku di atas tanah sambil mengelus-elus batu nisan itu. 

"Ude.. tenang-tenang yah di sana yah, makasih...makasih udah mau jadi cahaya buat Rara, makasih juga udah kasih Ara rumah ternyaman itu, i Miss you ude."

Monologku sambil berusaha untuk menampilkan senyuman itu.

Sakit rasanya saat kehilangan orang yang kita sayang, meskipun ude bukan orang tua Ara tapi sedari kecil ude lah yang selalu jagain Rara dan rawat Rara dengan sepenuh hati.

Tak bisa berlama-lama di sana, aku beranjak dari dudukku dan berjalan menjauh dari pemakaman itu. Entah apa yang aku rasakan saat itu, di pikiran ku saat itu hanya ada perasaan untuk terus menengok kebelakang. Siapa sangka jika di belakangku terdapat seorang wanita paruh baya yang tengah tersenyum manis dengan pakaian putih rapi yang ia kenakan, cantik, sungguh cantik. Tidak sampai di situ ternyata di belakang ude terdapat nenek ku yang terus menggenggam erat kamari ude. Kedua wanita itu tersenyum Manis ke arah ku sambil melambaikan tangannya.

Dengan perasaan senang, aku membalas lambaian tangan itu dan pergi meninggalkan pemakaman itu untuk berangkat kesekolah.

"Semoga kita bisa ketemu kembali di dunia yang berbeda"

Masakan Nenek

 Masakan Nenek

Karya: Dhia Silmi Atiyah

Kelas: 8E

 Aku terbangun dari tidurku, aku pergi ke dapur lalu aku mencium bau yang lezat ( ohh, baunya seperti ayam goreng ) aku melihat nenek ku sedang menyiapkan ayam goreng, aku cepat cepat makan ayam itu dengan lahap tanpa memikirkan apapun.


Tetapi ada yang aneh, daging itu banyak sekali setahuku aku dan nenekku tidak mempunyai perternakan ayam atau sapi.


Tiba-tiba suara sirine polisi terdengar dari kejauhan aku pikir hanya sedang berkeliling saja, entah mengapa suara itu terdengar semakin keras di telinga ku dan kurasa semakin dekat. 


Mobil polisi itu berhenti di sebelah rumah ku dan nenek ku aku menghiraukan suara sirine itu tetapi, tiba - tiba ada yang mengetuk pintu rumah ku. Nenek membuka pintu tidak lama Nenek kembali dengan muka yang datar.


"Nek, siapa yang mengetuk?".


"Ahh, polisi dari tetangga menanyakan tentang tetangga kita yang hilang sudah tidak usah di pikirkan kamu lanjut makan saja".


"Baiklah". tanpa basa basi akupun memakan ayam itu lagi tanpa memikirkan apapun.


"Nek, enak sekali ayamnya. Tapi, sejak kapan nenek punya daging? Biasanya kan nenek gapunya daging." 


Lalu nenek berkata 


" Sejak tetangga kita menghilang dan tidak di temukan keberadaanya. "

Dia dan Penyesalannya

 Dia dan Penyesalannya

Karya: Anisya
Kelas: 8H

 Siang berganti malam, dengan hembusan angin yang datang menyertainya. Tiba-tiba.. 

 "Ting" Suara pesan berbunyi

 Aku heran, siapa yang mengirimiku pesan di malam hari? Aku mencoba untuk tidak membuka pesan itu, namun pada akhirnya aku kalah dengan rasa penasaranku sendiri, dan segera membuka pesan itu. 

.... 

.... 

"Lysa, bisakah kamu kasih aku satu kali lagi kesempatan untuk memperbaiki semuanya? Nyatanya selama 5 bulan kebelakang sulit rasanya untuk menemukan cinta kembali. Karena rumahku tetap ada di kamu, I always love you, tomorrow, later, forever only you" Ungkap Resa

Deg! Aku terpaku, dan tidak menyangka sama sekali setelah membacanya. 

" Mengapa disaat aku sudah mulai terbiasa tanpa kamu, gak mau tau tentang kamu lagi, udah mulai terbiasa tanpa kamu lagi, tapi kenapa kamu malahan datang menghubungiku lagi? " Ucapku lirih

 "Apakah kamu tahu perasaanku bagaimana? Aku capek! Apa luka yang selama ini kamu berikan semua itu masih kurang? " Aku tersenyum hambar, lalu bergegas untuk tidur daripada memikirkan apa yang tidak harus dipikirkan.

 Pagi pun tiba. Aku memutuskan untuk pergi ke rumah sahabatku untuk memberitahu kejadian semalam. Aku pergi dengan mata yang sembab. 

 Sesampainya disana, aku langsung memencet bel dan menunggu diluar. Tidak lama kemudian sahabatku langsung membuka pintu. 

 "ceklek"

 " Ada ap- " ucapannya terputus karena aku langsung memeluknya. 

 " Hiks.. hiks..hiks.. "

 Rina bingung karena punggungnya tiba-tiba basah dan langsung membalas pelukku. 

 Seketika aku mulai tenang dengan dekapan dan elusan hangat yang rina berikan. 

 " Lysa ada apa? " Khawatir Rina

 Aku menggeleng, kemudian dia membawaku masuk dan duduk di satu kursi. Setelah itu aku menceritakan kejadian waktu semalam. 

.... 

.... 

 Deg! Rina pun sama halnya denganku. Ia terkejut setelah mengetahui semuanya.

" Rina.. Aku harus gimana? " Tanyaku dengan lirih

 Rina tak kuasa melihatku seperti ini, dan tak sadar meneteskan beberapa bulir air matanya. 

" Lysa, apa kamu masih cinta sama dia? " Tanya Rina dengan cepat 

 Skamak! Aku terdiam. Aku melihat Rina tengah menanti jawaban dariku. Aku menghembuskan nafas

" Aku tak tahu Rina, entah mengapa disaat ada orang yang hanya menyebut namanya saja seketika rindu dan sakit langsung berperang dalam benakku " Ungkapku

" Mungkin kamu hanya sebatas rindu Lysa " Jawab Rina

" Sadar Lysa sadar! Disaat kamu menyembuhkan luka-luka yang dia berikan, apa dia pernah menoleh kepadamu? Tidak Lysa, malah dia dengan bangganya bermesraan dengan perempuan lain, aku gak mau kamu kembali ke masa itu lagi Lysa.." lanjutnya

 Karena ucapan Rina seketika aku pun tersadar, bahwa memang benar dia adalah laki-laki yang begitu aku cintai sampai sedalam ini namun pada masanya. 

 Rina yang tidak tega melihatku seperti ini, dia memutuskan mengajakku ke sebuah taman supaya lebih rileks katanya. 

Saat di perjalanan, tiba tiba.. 

Duk

" Aduhh " Ringisku

 Aku tersandung dan hampir saja terjatuh, mataku terpejam tapi.." kenapa tidak jatuh juga? " Fikirku. Tidak ku sangka ternyata orang yang menopang tubuhku. ketika ku sadar aku segera melepaskannya. 

" Eh, maaf ya? " Ujarnya

" Iya, lagian itu salahku juga " jawabku reflek

" Lysa? " kejutnya

   Aku tersentak, " Kenapa dia tahu namaku ya? " ucapku dalam hati tapi suara itu tak begitu asing.

   Dengan rasa penasaran aku mendongakkan kepalaku, seketika mataku melebar dan hatiku berdetak tidak karuan. Aku merasa tanganku seperti ada yang memegang dan dugaanku benar. Dia memegang kedua tanganku. 

   Karenanya, entah kenapa memori-memori dan kenangan itu seketika langsung menghantuiku. Hanya karena genggaman saja. 

" Apa ini yang dimaksud dejavu ya? " tanyaku dalan hati.

" Lysa maafin aku, aku ingin kita perbaiki lagi ya? " mohonnya 

  Set, aku segera melepaskan genggaman itu, dan langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.

   Ia tersentak, mungkin kaget atas perlakuanku dan terus saja mengejarku dengan memanggil namaku.

" LYSAA..LYSAA..." 

   Kami pun terpisah karena terhalang oleh sebuah mobil.

" Maaf, mungkin ini saatnya kita berpisah untuk selamanya " ucapku lirih dan segera meninggalkan tempat itu.

Dar...Dar..Dar..

   Suara petir bergemuruh dengan hujan yang sangat deras, sehingga yang tadinya ramai seketika mendadak sunyi bak sedang berada di tengah hutan. Aku pun akhirnya berteduh,

" Mungkin pada masanya aku lebih baik kehujanan bersamamu daripada berteduh tetapi tidak denganmu. Namun sekarang aku memilih berteduh dengan orang baru daripada kehujanan bersamamu. Karena kita hanya sebatas masalalu yang tidak akan pernah bersatu, meski rindu terus saja berperang dalam hatiku " ucapku dalam hati

" Lysa maapkan aku " sesal Resa

" Ternyata benar penyesalan hanya ada di akhir, maap selama bersamaku kamu selalu saja sakit hati. Aku nyesel Lysa! Kenapa disaat sudah seperti ini, aku baru sadar, " ucap Resa 

" Mungkin ini saatnya kamu merasakan penyesalan itu karena ulahmu sendiri, nikmatilah hidupmu dengan penuh rasa sesal! Aku tidak dendam ataupun benci terhadapmu, hanya saja aku tidak terima aku diperlakukan seperti itu. Semoga dari kisah ini kamu belajar untuk lebih baik kedepannya. See you, the man I love so much, but in time. Jikala kamu ingin kembali padaku, maaf aku tidak akan ingin kembali lagi. Cukup kemarin yang merubah diriku menjadi seperti ini. Karena aku akan membuka lembaran baru untuk orang yang akan hadir dalam hidupku, " batinku

   Berapa bulan kemudian, aku akhirnya menemukan orang yang meratukanku dan menjadikanku segalanya. Mungkin ini balasanku karena dulu aku diperlakukan semena-mena oleh kekasihku. 

Ada yang menanyakan gimana keaadan Resa? Ternyata ia sudah mengakhiri hidupnya sendiri karena tidak sanggup hidup tanpa Lysa.


CAHAYA DI BALIK BAYANGAN

 CAHAYA DI BALIK BAYANGAN

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Syifa adalah gadis cerdas dengan senyum manis yang selalu

menghiasi wajahnya. Namun, di balik senyum itu, tersimpan

luka mendalam yang hanya ia sendiri yang tahu. Orang tuanya,

yang memiliki standar yang sangat tinggi, selalu menuntut Syifa

untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal. Setiap kali Alya

mendapatkan nilai kurang dari sempurna, hukuman tak

terelakkan menimpanya.

Untungnya, Syifa memiliki sahabat setia bernama Anya. Anya

adalah gadis ceria dengan semangat juang yang tinggi. Ia

selalu ada untuk syifa, baik dalam suka maupun duka. Anya

tahu betul betapa berat beban yang harus dipikul Syifa. Ia

seringkali menghibur Syifa dengan cerita-cerita lucu atau

mengajaknya bermain untuk melupakan sejenak masalahnya.

Suatu hari, Syifa mengikuti lomba menulis tingkat nasional. Ia

sangat berharap bisa meraih prestasi dan membanggakan

orang tuanya. Namun, saat pengumuman hasil, namanya tidak

terpanggil. Hati Syifa hancur berkeping-keping. Ia merasa telah

mengecewakan semua orang yang menyayanginya, terutama

orang tuanya.

Syifa pulang ke rumah dengan perasaan sedih dan kecewa.

Ia takut menghadapi reaksi orang tuanya. Namun, Anya sudah

menunggunya di depan rumah. Anya memeluk Syifa erat-erat

dan berkata, "Aku tahu kamu sudah berusaha sekuat tenaga,

Syifa. Jangan terlalu memikirkan kata-kata mereka. Kamu

adalah gadis yang luar biasa."

Mendengar kata-kata semangat dari Anya, hati Syifa sedikit

terobati. Anya mengajak Syifa pergi ke taman untuk

menenangkan diri. Di sana, mereka mengobrol sambil

menikmati pemandangan matahari terbenam. Anya

menceritakan pengalamannya saat mengikuti lomba-lomba

sebelumnya, di mana ia juga pernah mengalami kegagalan.

"Kegagalan itu adalah hal yang wajar, Syifa," kata Anya.

"Yang penting adalah kita belajar dari kesalahan dan terus

berusaha menjadi lebih baik."

Kata-kata Anya membuat Syifa tersadar. Ia menyadari bahwa

nilai bukanlah segalanya. Ada banyak hal penting lain dalam

hidup, seperti persahabatan, keluarga, dan kebahagiaan. Syifa

mulai berpikir untuk mengubah hidupnya. Ia tidak ingin

terus-menerus hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan

tekanan.

Keesokan harinya, Syifa memberanikan diri untuk berbicara

dengan orang tuanya. Ia mengungkapkan perasaannya yang

sebenarnya dan meminta mereka untuk lebih memahami

dirinya. Awalnya, orang tuanya tampak terkejut dan marah.

Namun, setelah mendengar penjelasan Syifa, mereka mulai

menyadari kesalahan mereka.

Orang tua Syifa akhirnya berjanji untuk berubah. Mereka

akan lebih menghargai usaha Syifa dan tidak lagi memberikan

tekanan yang berlebihan. Syifa merasa sangat lega dan

bahagia. Ia tahu bahwa hubungannya dengan orang tuanya

akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dengan dukungan dari Anya dan orang tuanya, Syifa

semakin bersemangat untuk meraih mimpinya. Ia aktif

mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan

mengembangkan bakatnya di bidang menulis. Tulisan-tulisan

Syifa banyak mendapat pujian dari guru dan teman-temannya.

Beberapa tahun kemudian, Syifa berhasil menerbitkan buku

pertamanya. Buku itu menjadi best seller dan menginspirasi

banyak orang, terutama anak-anak muda yang sedang

berjuang menghadapi tekanan dari lingkungan sekitar.

Kisah Syifa mengajarkan kita tentang pentingnya

persahabatan, keluarga, dan dukungan dari orang-orang

terdekat. Ia juga mengajarkan kita bahwa kesuksesan tidak

hanya diukur dari prestasi akademik, tetapi juga dari

kebahagiaan dan kepuasan diri.

Pesan moral :

Cerita Syifa mengajarkan kita bahwa hidup lebih dari sekadar

mengejar kesempurnaan. Setiap individu memiliki nilai dan

potensi yang unik. Kebahagiaan sejati terletak pada

penerimaan diri, dukungan dari orang-orang terdekat, dan

kemampuan untuk mengatasi tantangan hidup. Dengan kata

lain, cerita ini mengajak kita untuk menghargai diri sendiri,

membangun hubungan yang sehat, dan mengejar mimpi

dengan semangat yang tak pernah padam

DIBALIK SENYUMAN PALSU

 DIBALIK SENYUMAN PALSU

By : Muhammad Fadhil Nurhikam

Alya selalu tersenyum ceria di sekolah. Rambutnya yang

panjang terurai indah, matanya berbinar, dan tawanya merdu.

Teman-temannya menyukainya. Tak ada yang menyangka di

balik penampilan cerianya, Alya menyimpan luka mendalam.

Luka yang hanya ia sendiri yang tahu.

Setiap kali ujian, jantung Alya berdebar kencang. Bukan

karena soal yang sulit, melainkan karena bayangan hukuman

yang menanti jika nilainya kurang memuaskan. Ayahnya,

seorang dokter terkenal, dan ibunya, seorang guru, memiliki

standar yang sangat tinggi untuk Alya. Keduanya percaya

bahwa kecerdasan adalah segalanya.

Jika Alya mendapatkan nilai kurang dari sempurna, hukuman

akan menimpanya. Mulai dari omelan panjang yang menusuk

kalbu, hingga tindakan fisik seperti tamparan dan cubitan.

Ayahnya akan berkata, "Bagaimana bisa anak seorang dokter

bodoh?" Ibunya akan menambahkan, "Kamu mengecewakan

saya!"

Alya tumbuh dalam ketakutan. Ia belajar mati-matian, tapi tak

pernah merasa cukup. Setiap kali ujian, ia selalu berharap

mendapatkan nilai sempurna. Jika tidak, ia akan bersembunyi

di kamar, menangis tersedu-sedu.

Suatu hari, Alya mengikuti lomba menulis tingkat nasional.

Dengan penuh semangat, ia menuangkan segala perasaan

dan ketakutannya ke dalam tulisan. Tak disangka, tulisannya

berhasil meraih juara pertama. Saat menerima penghargaan,

Alya merasa sangat bahagia. Akhirnya, ia bisa membuktikan

pada orang tuanya bahwa ia lebih dari sekadar nilai ujian.

Dengan penuh harap, Alya membawa pulang piala dan

sertifikatnya. Ia berharap orang tuanya akan bangga padanya.

Namun, reaksi mereka di luar dugaan. Ayahnya hanya

berkomentar singkat, "Baguslah. Tapi jangan lengah, ya."

Ibunya bahkan tidak mengucapkan selamat.

Hati Alya hancur. Ia merasa semua yang ia lakukan sia-sia. Ia

menyadari bahwa orang tuanya tidak pernah benar-benar

menghargai dirinya apa adanya. Mereka hanya melihatnya

sebagai mesin pembuat prestasi.

Malam itu, Alya memutuskan untuk kabur dari rumah. Ia tak

ingin lagi hidup dalam ketakutan dan tekanan. Dengan

membawa sedikit pakaian dan uang saku, ia pergi tanpa pamit.

Alya mengembara ke sebuah kota kecil. Di sana, ia bekerja

sebagai pelayan di sebuah kafe. Pemilik kafe adalah seorang

wanita tua yang baik hati. Ia memberikan Alya tempat tinggal

dan kasih sayang yang selama ini ia rindukan.

Di kafe itu, Alya bertemu dengan banyak orang dari berbagai

kalangan. Mereka mengajarkan Alya tentang arti kehidupan

yang sebenarnya. Mereka membuatnya menyadari bahwa

kebahagiaan tidak hanya bisa diperoleh dari prestasi.

Bertahun-tahun kemudian, Alya menjadi seorang penulis

terkenal. Buku-bukunya banyak dibaca dan menginspirasi

banyak orang. Ia juga sering memberikan seminar tentang

pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain.

Suatu hari, Alya bertemu kembali dengan orang tuanya.

Mereka sudah tua dan tampak menyesal atas apa yang telah

mereka lakukan. Alya memaafkan mereka, namun ia tidak ingin

kembali ke masa lalu. Ia telah menemukan kebahagiaan yang

sesungguhnya jauh dari mereka.

Kisah Alya mengajarkan kita bahwa nilai ujian bukanlah

segalanya. Setiap individu memiliki potensi dan bakat yang

berbeda-beda. Sebagai orang tua, kita harus mendukung dan

memberikan kasih sayang kepada anak-anak kita tanpa syarat.

Jangan pernah membandingkan anak kita dengan orang lain.

Ingatlah, setiap anak adalah istimewa.

Pesan Moral Utama:

Nilai ujian bukan segalanya: Prestasi akademik memang

penting, namun bukan satu-satunya penentu kebahagiaan dan

keberhasilan seseorang. Setiap individu memiliki potensi dan

bakat yang unik, yang tidak selalu terukur melalui nilai.

Pentingnya dukungan keluarga: Keluarga seharusnya

menjadi tempat teraman bagi anak untuk tumbuh dan

berkembang. Dukungan tanpa syarat dari orang tua sangat

penting untuk membangun kepercayaan diri dan harga diri

anak.

Kebahagiaan sejati datang dari dalam diri: Kebahagiaan tidak

bisa dibeli dengan uang atau prestasi. Kebahagiaan sejati

berasal dari penerimaan diri, hubungan yang sehat, dan

perasaan puas dengan hidup.

Jangan takut untuk berbeda: Setiap individu unik dan tidak

perlu merasa tertekan untuk menjadi seperti orang lain.

Mengejar kesempurnaan yang tidak realistis hanya akan

membawa pada kekecewaan.

Secara keseluruhan, cerita Alya adalah sebuah pengingat

bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pencapaian

eksternal, melainkan pada penerimaan diri dan hubungan yang

berarti dengan orang lain.