Mading Digital

NESAMA

Bunga Terakhir

  Bunga Terakhir 

Karya: Naira Hilmiyah 

Kelas: 9G

"Selamat ulang tahun putri kecil ayahh"

Aku mengulum senyum saat melihat satu buket bunga di hadapannya. 

"Ini beneran buat Eva, yah?"

Ayah pun menganggukan kepalanya dan memberikan satu bucket bunga itu. 

"Maaf yah Eva, Ayah cuman bisa kasih Eva bunga."

Ucap ayahku sambil membelai lembut rambutku. Aku tersenyum sambil mencium aroma wangi dari bunga mawar itu.

"Eva suka bunga, apa pun yang ayah kasih Eva pasti suka."

Ucapku sambil memeluk erat tubuhnya. Entah mengapa sangat berat bagiku untuk melepaskan pelukan ini , seolah-olah aku tak akan pernah bisa merasakannya kembali.

"Yah, ramadhan tahun ini kita ga sama ibu lagi yah? Padahal Eva kangen kebersamaan kita dulu."

"Eva, kan masih ada bapa, bapa bakalan selalu ada buat Eva."

Aku mengganggu kan kepalaku sambil terus mencium aroma bunga mawar itu. 

"Mm, Eva sesuka itu yah sama bunga mawar?"

Aku menatap ke arah sang ayah dan tersenyum.

"Awalnya Eva ga suka, cuman karna ayah yang kasih Eva bunga mawar jadi Eva suka deh!!"

Jawabku dengan excited. Terlihat jika ayahku tengah mengulum senyum manisnya. Hufttt...rasanya aku ingin sekali terus melihat senyuman itu. 

Kruyuk-kryuk 

"Haha Eva laper yah?"

Dengan perasaan malu-malu akupun menggangukan kepalaku. 

Selang beberapa menit, ayahku datang dengan satu piring nasi di tangan kanannya.

"Sini ayah suapin"

Dengan perasaan senang, aku pun menganggukan kepalaku.

Suapan demi suapan terasa begitu istimewa, meskipun aku makan dengan lauk seadanya tapi masakan ayah akan selalu menjadi pemenangnya. Bahkan aku sempat berpikir untuk mendaftarkan ayahku menjadi master chef.

***

"Hufft... Capek banget sih hari ini, mana perut laper banget lagi. Kira kira ayah masak apa yah hari ini."

Ucapku sambil melanjutkan perjalanan ku menuju rumahku. 

Selang beberapa menit, akhirnya aku tiba di teras rumahku. Di sana ada ayahku yang tengah menungguku di kursi yang ada di teras rumahku. Senyuman ku mengembang saat melihat satu tangkai bunga mawar yang tersimpan jelas di atas meja itu.

"Ayah!!"

"Eh anak ayah sudah pulang, bagaimana sekolahnya hari ini? Seru?"

"Seru banget yah!!! Tapi Eva laper"

Ayahku tersenyum saat mendengar suara perutku yang terus  demo minta di isi makan.

"Ayok duduk nak, ayah sudah masakan makanan kesukaan Eva."

Aku pun mendudukkan diriku di kursi yang ada di samping ayahku. Tak lupa aku pun mengambil setangkai bunga mawar itu dan ku genggam dengan erat.

"Ayah, kenapa ayah selalu nungguin Eva pulang di sini? Emng ayah ga bosen?"

Ayah pun tersenyum sambil terus menatap mataku dengan lekat.

"Eva, besok ayah udah mulai kerja, jadi mulai besok ayah ga bisa nungguin Eva pulang sekolah lagi."

Aku mengerutkan keningku.

"Kerja? Kerja apa maksud ayah?"

"Besok kamu juga tau kok, Eva."

Di keesokan harinya, seperti biasa aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Nak, kamu udah sarapannya?"

Ucap ayahku sambil membelai lembut rambutku. Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku.

"Loh kenapa belum nak? Mau ayah suapin?"

"Boleh yah?"

"Boleh dong, apa sih yang ga boleh buat putri kesayangan ayah."

Selesai sarapan aku langsung bergegas untuk berangkat kesekolah. 

"Hai Eva!!"

Sapa teman sekelas ku, yakni Rani.

"Eh, hai Rani!! Oh iya kamu udah ngerjain tugas yang kemarin?"

"Heheh, belum. Liat dong va"

Yaa... Beginilah kelakuan temanku, setiap hari pasti saja dia menyontek tugas ku. Benar-benar menyebalkan.

Namun, di saat aku dan Rani tengah asik berbincang. Tiba-tiba terdengar keributan dari arah taman sekolah. Karna penasaran aku dan Rani pun langsung bergegas menghampiri keributan itu.

"Alah, cuman babu doang pake ngatur-ngatur segala."

Ucap salah satu siswi pada seorang pria paru baya yang bekerja sebagai tukang sapu di SMA tribakti.

"Bapa tau nak, tapi tidak bisakah kamu menghargai usaha orang lain? Apakah bapa salah jika mengingatkan mu untuk tiba merusak fasilitas sekolah?"

Plak!!

"Bullshitt lu babu!! Inget yah, gue ini adalah anak donatur terbesar di sini!"

Ucap Wina anak dari donatur sekolah ini. Melihat jika ada satu tangkai bunga mawar di tangan bapa itu Wina langsung merebutnya dan menginjak setangkai bunga mawar itu ke tanah.

Melihat bunga mawar miliknya jatuh, beliau langsung mencoba memungutnya. Namun, dengan tega Wina menginjak tangan bapa tukang sapu itu.

"Aww, sakit nak lepasin bapa"

Erang sang bapa sambil berusaha melepaskan tangannya.

"A-ayah!!!"

Pekikku yang baru saja sampai di taman dan melihat ayahku yang tengah di tindas oleh siswi itu.

"Ayah, ayah ga papa kak?"

Ucapku dengan air mata yang sudah membasahi pipiku.

"Oh jadi babu ini bapa lu? Haha anak sama bapa sama-sama kayak sampah."

Plak!!

"Jaga yah mulut kamu Wina!! Aku tau kamu adalah anak donatur terbesar di sini, tapi bukan berarti kamu bisa nindas semua orang yang ada di bawah kamu, termasuk ayahku!!"

Wina menatap ku dengan sorot mata merah, memancarkan kebencian yang mendalam. Namun, aku tak memperdulikan hal itu, dengan cepat aku menjongkokkan diriku untuk memastikan keadaan ayahku.

"Ayah ga papa kan? Ayah maafin Eva karna telat datang ke sini."

Mendengar ucapan ku ayahku hanya bisa tersenyum lirih dan memberikan aku satu tangkai bunga mawar yang sudah hancur itu.

Tanpa aku sadari Wina mengambil batu besar dan siap menimpa ku dengan batu besar itu. Namun, dengan cepat ayah menghalanginya. Alhasil batu besar itu mengenai ayahku.

"AYAH!!"

Teriakku saat mendapati ayahku yang terkulai lemas dengan darah segar yang terus keluar dari kepalanya.

"Maafin ayah yah nak.. semoga kamu bahagia di sini."

Ucap ayahku lirih sebelum akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya.

Aku menggempalkan tangannya kuat.

Plak!!.

"PUAS KAMU BIKIN AYAHKU MENINGGAL, HAH?!!! KENAOA KAMU SETEGA ITU WINA!! HIKS HIKS, APA SALAH AYAHKU SAMPE-SAMPE KAMU TEGA MENGHILANGKAN NYAWANYA?"

Entah apa yang terjadi selanjutnya, aku benar-benar tidak tau, pandangan ku gelap segelap-gelapnya.

Perlahan-lahan aku membuka mataku. Aku terkejut saat mendapati diriku yang sudah berada di dalam rumahku.

"Eva, akhirnya kamu sadar juga. Kamu yang sabar yah nak."

Ucap seorang ibu-ibu sambil terus membelai lembut rambutku.

"Ayah? Dimana ayahku? Di mana ayah Eva Bu? Hiks hiks ayah Eva mana Bu?"

Tangisku sambil meredarkan pandangan ku ke setiap penjuru ruangan.

"Ayah kamu sudah di makamkan Eva."

Mendengar itu dengan cepat aku berlari menuju pemakaman. Sesampainya di sana aku langsung menangis sambil memeluk batu nisan itu dengan erat.

"Ayah...maafin Eva. Eva gagal jadi anak yang baik buat ayah. Ayah kenapa tega ninggalin Eva? Katanya ayah mau melaksanakan ramadhan tahun ini bareng Eva? Tapi kenapa ayah bohong? N-nanti siapa yang bakalan nungguin kepulangan Eva dari sekolah? Terus siapa yang bakalan suapin Eva makan? Siapa juga yang bakalan kasih bunga mawar setiap harinya buat Eva?"

Tangisku sambil terus memeluk batu nisan itu.

"Eva!! Kamu yang sabar yah? Masih ada aku di sini. Kamu bisa tinggal di rumah aku."

Ucap Rina sambil berusaha menenangkanku. Namun aku menggelengkan kepalaku.

"Makasih Rina, tapi aku mau tinggal di rumah milik ayahku aja. Di sana banyak kenangan aku bersama ayah dan bunda di kala itu."

Mendengar ucapan ku Rina hanya mengganggukan kepalanya sambil terus mengelus-elus punggung ku.

"Ayah, makasih yah udah kasih Eva kebahagiaan ini, dan makasih juga karna ayah udah mau mengajarkan Eva apa itu arti kehilangan."

0 Komentar:

Posting Komentar