Rahasia Akhir Pekan Pak Andri
Karya : Muhammad Farid
Kelas : 9k
Saat itu hari jumat, hari
terakhir semua siswa belajar di minggu itu. Siang itu dalam kelas, sedang
berlangsung jam pelajaran terakhir, dan gurunya kebetulan adalah pak Andri,
wali kelas murid. Salah seorang murid,
Irfan dan beberapa temannya merasa sangat lelah. Ia berbisik pada teman
sebangkunya, Aditya.
“Aduh, capek sekali, mana
hawanya gerah lagi.” Lirih Irfan.
“Panas gini enaknya duduk
dalam kulkas, ya.” Ujar Aditya sambil tersenyum.
Pak Andri yang sedang
menerangkan pelajaran kepada semua muridnya, tiba-tiba berhenti bicara saat
mendengar bel pulang berbunyi. Semua murid serentak berdiri dan membereskan tas
dan perlengkapan belajar mereka. Tidak terkecuali Irfan dan Aditya, keduanya
yang paling siap untuk pulang.
“Anak-anak, bapak punya
pengumuman yang cukup menarik buat kalian.” Kata pak Andri seusai semua murid
berdoa.
“Bapak. Kami mau langsung
pulang saja, sudah sangat capek ini.” Keluh seorang muridnya sambil berdiri.
“Ya sudah kalau mau
pulang. Bapak juga tidak memaksa,” jawab pak Andri sambil tersenyum.
“Kalian mau dengar tidak
pengumuman dari bapak. Kalau aku penasaran, jadi mau dengar aja.” Rama, teman
Irfan yang lainnya berbisik.
“Gak mau ah, sudah capek.
Aku pulang duluan aja, kamu mau dengar ya silahkan,” keluh Irfan sambil
mengangkat tasnya dan pergi meninggalkan ruang kelas. Ia tidak mau ambil pusing
mendengarkan pengumuman wali kelasnya itu. Tinggal lah Rama dengan kebanyakan
murid perempuan yang mendengarkan pengumuman pak Andri.
***
Keesokan harinya di hari
Sabtu. Pagi-pagi sekitar pukul 09.00, Aditya menerima telepon dari Irfan, ia
mengajak Aditya untuk berjalan-jalan di taman dan membuat jadwal berpergian
hari itu, tentu saja Aditya kegirangan.
“Kita jalan-jalan di mall
saja, hitung-hitung ngadem disana,” saran Aditya.
“Oke, kita ke mall saja
sekarang.”
Sesampainya di mall,
Irfan dan Aditya berkeliling melihat-lihat deret pertokoan yang berjejer,
berkunjung ke beberapa stan, dan mencoba beberapa “sampel gratis”. Jalan-jalan
di mall mungkin bisa sangat menyenangkan. Tapi hal itu mungkin bisa saja sangat
melelahkan, mengingat deret toko di sana hampir seperti tiada batasnya. Selesai
mengunjungi anjungan busana, orang-orang terutama wanita pasti mampir ke toko
kosmetik, meskipun tanpa membeli produknya.
Singkatnya, hari sudah
siang. Jam utama di mall menunjukkan pukul 13.00. Irfan dan Aditya mulai merasa
lapar dan capek, mereka memutuskan untuk mengunjungi kedai makan disana. Saat
sedang memesan makanan kapada pelayan, mereka berdua melihat sesuatu yang tidak
biasa.
“Eh Dit, itu siapa yang
duduk di meja sana, kok kayak kenal ya?” Irfan terlihat keheranan sambil
menunjuk meja di satu titik pada Aditya.
“Oh. Itu kan pak Andri
sedang pesan makanan, memang kenapa?”
“Iya dia pesan makanan.
Tapi kenapa sikapnya aneh gitu sambil pegang koran, kayak dia gak mau dikenali
orang-orang.”
“Gak tahu tuh kenapa.
Kita liatin aja, kayaknya menarik ini.” Irfan dan Aditya pun memperhatikan pak
Andri dengan seksama
Tidak lama kemudian,
seorang pelayan mendatangi meja pak Andri, ia membawa beberapa jenis makanan
dalam baki, kemudian meletakkannya di meja pak Andri. Pak Andri tersenyum dan
berterima kasih pada pelayan itu. Namun, setelah pelayan itu pergi kembali ke
tempatnya, pak Andri mulai menyadari kalau ada mengawasinya. Matanya
disipitkan, pandangannya begitu tajam melirik ke sekitarnya, sebelum akhirnya
terhunus di meja Irfan dan Aditya.
Akhirnya pak Andri sadar
kalau Irfan dan Aditya, dua orang muridnya itu selama ini memperhatikan gerak-geriknya
yang mencurigakan. Di saat yang bersamaan, Irfan dan Aditya yang sudah kepergok
mengawasi pak Andri langsung melambaikan tangannya. Tiba-tiba mereka berdua
melihat keringat bercucuran dari muka pak Andri, tubuhnya sedikit bergetar.
Irfan dan Aditya mulai semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi
dengan wali kelas mereka itu.
Dengan sedikit ragu,
Irfan memberanikan diri untuk mendekati pak Andri yang masih duduk di bangkunya
untuk mengecek apakah semuanya baik-baik saja. Namun ternyata semuanya tidak
baik-baik saja, sebelum Irfan berjalan ke arahnya, pak Andri sudah berlari
sambil menyembunyikan ketakutan ke luar kedai, meninggalkan makanan yang baru
saja tersaji. Irfan hanya bisa menebak-nebak apa sebenarnya yang dirahasiakan
wali kelasnya itu.
Setelah dicek di sekitar
meja makannya, Irfan tidak menemukan kejanggalan apapun, kecuali dompet pak
Andri ketinggalan di sekitar piring-piring berisikan makanan yang masih hangat.
“Ya ampun, kasihan pak
Andri.” Ujar Irfan sambil memegang dompetnya itu. “Aku harus mengembalikan ini
dompet sama pak Andri.” Ia pun berbalik ke mejanya dan melihat Aditya hendak
menyantap makanan yang baru saja dihidangkan pelayan. Lantas ia pun berlari ke
arahnya, dan kemudian menarik bajunya.
“Tapi sayang makanannya
masih hangat, nanti mubazir loh,” keluh Aditya.
“Sudah. Kalau makanan
boleh kita urus nanti, ini kasihan dompet pak Andri ketinggalan di mejanya,
kita susul saja dulu,” kata Irfan sambil menyelipkan uang ke salah satu piring.
Irfan dan Aditya berlari
mencari pak Andri yang misteriusnya itu langsung menghilang setelah keluar dari
kedai. Mereka berdua menyusuri lorong mall yang terasa begitu panjangnya, namun
nihil. Mereka pun sampai di aula utama yang cukup penuh dengan orang-orang yang
ingin berbelanja, namun mereka dapat melihat dengan samar seseorang yang sedang
berjalan terburu-buru ke arah kerumunan orang yang hendak masuk ke lift gedung.
Saat kerumunan sudah
masuk ke dalam lift, dan lift tersebut sudah tertutup, Irfan dan Aditya
memutuskan untuk mengambil jalan pintas melalui tangga. Mereka berlari
terbirit-birit mengejar lift yang cukup kencang itu. Beruntung bagi mereka, di
lantai tiga, kerumunan yang berisikan pak Andri sudah keluar. Mereka segera
menghampiri pak Andri, namun pak Andri sudah menyadari keberadaan mereka, ia
pun segera berlari menyusur lorong di lantai itu.
“Aduh. Kupikir pak Andri
akan sangat menyusahkan kita… ternyata dia benar-benar menyusahkan kita.” Keluh
Aditya sambil berlari mengejar pak Andri.
Masuk lah pak Andri ke sebuah
toko pakaian, disusul oleh Irfan dan Aditya. Mereka hampir menemukan pak Andri,
namun sekarang mereka harus mencari lagi dia karena dia benar-benar ingin main
susah ditebak.
Setelah Irfan dan Aditya
memeriksa beberapa tempat dalam toko, mereka pun pergi memeriksa ke satu titik
yaitu lorong manekin. Hampir setiap setiap manekin memiliki pose yang unik,
tidak terkecuali satu yang nampak sedikit bergetar. Aditya yang sudah
menyadarinya kemudian berbisik.
“Kenapa sembunyi pak.
Kami tahu bapak mungkin tidak ahli dalam main petak umpet. Sekarang mengaku
saja apa yang sedang bapak lakukan.”
Namun setelah berkata
demikian, pak Andri yang ketahuan tiba-tiba berlari dari tempatnya,
meninggalkan mereka berdua di toko itu. Irfan dan Aditya yang sudah hampir menangkap
basahnya harus berusaha lagi menemukannya agar bisa mengembalikan dompet
miliknya.
Masih di lorong yang
sama, Irfan dan Aditya melihat kerumunan orang. Mereka melihat ada stan minuman
yang cukup ramai pengunjungnya. Namun yang mereka perhatikan adalah adalah
orang yang ada di samping stan itu, ia nampak cukup mencurigakan dengan pakaian
dan gerak-geriknya, mereka mengira itu adalah pak Andri. Namun, setelah
menghampiri sosok itu, ternyata itu bukan pak Andri. Irfan dan Aditya hanya
bisa tersenyum dan kemudian meminta maaf.
Mereka kembali ke lantai
satu dan meilhat lagi seseorang yang duduk di bangku sambil memegang koran.
Awalnya mereka tidak mau curiga, tapi setelah Aditya melihat orang yang
memegang koran mengintip mereka, mereka berdua pun mendekatinya dengan pelan
dan diam-diam. Namun sebelum hajat mereka tercapai, tiba-tiba mereka menyenggol
orang lain sampai belanjaan yang dia bawa jatuh ke lantai.
“Aduh kalian ini, kenapa
berjalan seperti itu, ini kan jadi jatuh barang belanjaan saya. Sekarang tolong
ambilkan lagi satu-satu,” bentak orang itu.
“Baik. Akan kami
ambilkan,” kata Irfan.
Setelah membantu orang
itu mengambil lagi belanjaannya, Irfan dan Aditya menyadari kalau kelakuan
mereka sudah diketahui lagi oleh pak Andri, ia sudah melarikan diri lagi. Namun
belum terlambat, mereka masih bisa melihat sosoknya berlari di lorong. Mereka
berniat untuk tidak memberinya jalan lagi kali ini, mereka mengejarnya.
Namun belum kesampaian
niat mereka, Irfan sudah menyenggol lagi seseorang sampai membuatnya jatuh
ketika berlari. Ternyata orang yang disenggol Irfan kebetulan adalah Rama.
Setelah membantunya berdiri dan meminta maaf. Irfan pun menceritakan apa yang
sedang terjadi antara mereka berdua dengan pak Andri.
Rama pun tersenyum lalu
berkata. “Oh, jadi begitu ceritanya. Kalau begitu ayo ikuti aku, kita cari lagi
pak Andri.” Rama pun pergi, disusul oleh Irfan dan Aditya. Sekarang mereka
benar-benar penasaran sebenarnya ada apa di balik rahasia akhir pekannya pak
Andri.
Di satu titik di lorong
yang sama, Irfan, Aditya, dan Rama kembali melihat pak Andri sedang
beristirahat sambil memesan satu es krim di sebuah kedai.
“Selamat akhir pekan pak.
Kegiatanmu sulit dimengerti, semoga harimu suram!.” Rama menepuk Pundak pak
Andri sambil tertawa terbahak-bahak. Pak Andri berbalik dan menepuk jidatnya,
ia ikut tertawa bersamanya. Ia melihat ternyata Rama adalah siswa yang
menyelesaikan tantangan yang ia katakan kemarin.
“Tunggu. Sebenarnya apa
yang sedang terjadi ini?” Irfan menyela tertawaan pak Andri dan Rama.
Pak Andri tersenyum lalu
menjelaskan apa yang sedang terjadi. “Jadi begini. Hari jumat lalu, ketika
semua murid sudah pergi, bapak menjelaskan pengumuman kalau siapapun yang dapat
bertemu dengan bapak kemudian mengatakan seperti yang dikatakan Rama tadi, maka
bapak akan membelikannya es krim. Dan sekarang, karena Rama sudah menyelesaikan
tantangan itu, maka bapak akan mentraktir es krim untuknya.”
“Jadi, bapak sebenarnya
tidak mau bertemu kami karena kami tidak bisa menyelesaikan tantangan dari
bapak,” keluh Irfan sambil memijit-mijit jidatnya.
“tentu saja, kalian hanya
bisa mengejar-ngejar bapak tanpa ada alasan yang jelas,” kata pak Andri setelah
memesan es krim pada pelayan. Setelah es krim pesanannya jadi, pak Andri
merogoh kantongnya. Sekarang baru terasa ada yang janggal bagi pak Andri,
kemana gerangan dompetnya. Puas dirinya mengulik semua kantong pada pakaiannya,
namun tidak kunjung ketemu juga, keringat mulai mengucur dan ia mulai gugup
lagi.
“Tenang saja pak, aku
saja yang bayarkan.” Kata Aditya pede mengeluarkan dompet dari sakunya, dan
merogoh uang di dalamnya.
“Tunggu, itu kan dompet
punya bapak, kenapa bisa ada di tangan kalian?” pak Andri kebingungan.
“Tentu saja bisa ada di
tangan kami kalau bapak ceroboh. Ingat ketika bapak tiba-tiba berlari keluar
dari kedai makan tadi dan meninggalkan dompetnya.”
“Ya ampun, kenapa bapak
bisa seceroboh itu ya. Untung dompetnya kalian temukan, kalau tidak, bisa habis
uang bapak digondol, mana ini masih tanggal muda.” Kata pak Andri sambil
mengambil dompetnya. “Baiklah, sekarang sebagai tanda terima kasihnya, bapak
juga akan mentraktir kalian berdua makan es krim.”
Irfan dan Aditya tertawa
puas, usaha yang mereka lakukan tidak sia-sia. Jam mall berdentang diiringi
suara melodi menunjukkan pukul 15.00 sore, sudah kenyang bagi mereka untuk
berjalan-jalan di sana hari itu.