Mengharapkan Kebebasan
a story by Naylameera
class 9D
Di dalam rumah yang hampir roboh, disana ada 2 perempuan cantik yang baru saja selesai melaksanakan solat. Rumah, yang seperti tidak layak untuk disebut sebagai 'rumah', karna memang bangunannya seperti hendak roboh.
"Kak, besok hari pertama puasa kan? Jangan lupa bangunin Biyya loh kak." Ucap seorang gadis berusia 10 tahun, bernama Gazbiyya.
"Pasti, Biyya." Jawab gadis yang sedang berada dihadapan Gazbiyya, usianya sekitar 20 tahun, bernama Lekeesha. "Sudah ah, sekarang sudah malam, kita tidur, nanti sahurnya telat," lanjutnya.
Gazbiyya dan Lekeesha berjalan kearah tempat tidur yang sudah terlihat sangat rusak, mungkin seluruh benda yang ada di rumah ini bisa dibilang, tidak layak pakai.
Namun, mereka tetap tersenyum bahagia, tidur diatas kasur yang sudah menghitam, bagi mereka bagaikan tidur diatas sutra.
DYARRR....
Gazbiyya yang telah memejamkan matanya kini terbuka lagi, akibat mendengar suara ledakan yang sangat keras di luar sana. Hatinya mulai gelisah tak karuan, tidak ada lagi ketenangan dalam tidurnya.
"Kakak, ledakan itu terdengar lagi, tapi kali ini terdengar lebih dekat. Aku takut rudal itu akan sampai kesini, kita pindah yu kak" Gazbiyya berusaha membangunkan kakak nya yang terlihat sudah tidur lelap. Padahal nyatanya, sama saja. Lekeesha merasakan kegelisahan yang amat hebat.
Lekeesha membuka matanya, lalu mengusap rambut milik Gazbiyya. "kakak juga mendengarnya, tapi kita harus kemana? Sekarang, kita berdo'a saja kepada Allah, dan meminta perlindungan. Tenang saja Biyya, ada Allah dan para malaikat yang menjaga kita. Sekarang tidur lagi, rudal itu tidak akan sampai kesini." Ucapnya.
Gazbiyya kembali tenang mendengar nasihat dari kakaknya, dia pun kembali memejamkan matanya seraya berdoa. "Ya Allah, tolong jangan biarkan rudal itu sampai ke rumah kami, jagalah kami, jikapun dalam waktu dekat aku harus syahid, setidaknya izinkan aku untuk merasakan nikmatnya bulan Ramadhan, aamiin."
DYARR.....
Ledakan yang tak kunjung henti, terus saja hadir dalam tenangnya suasana malam. Mereka tak dapat merasakan lelapnya tidur. Hanya berusaha memejamkan mata, hingga pagi tiba, tanpa hilang kesadaran sedikit pun. Trauma, takut, gelisah, kehilangan, adalah hal yang biasa disana.
"Gazbiyya, bangun katanya mau puasa." Ucap Lekeesha
Gazbiyya membuka matanya dan tersenyum kearah Lekeesha. "Alhamdulillah, kita selamat kak?"
"Alhamdulillah"
Tok..tok..tok..
Suara pintu terdengar nyaring, tapi siapa yang datang pagi pagi buta seperti ini? Lekeesha segera berjalan menghampiri pintu itu dan hendak membuka nya. Ternyata itu adalah paman Abadard, dengan mata yang terlihat sembab, seperti telah menangis lama. Ditambah baju nya yang telah berlumur darah.
"Assalamualaikum Lekeesha." Ujar paman Abadard
"Wa'alaikumussalaam paman. P-paman kenapa? Ada apa?"
"Lekeesha, ketahuilah bahwa bibimu telah syahid akibat rudal semalam ketika sedang membaca Al-Qur'an." Paman Abadard menjelaskan dengan sangat gemetar
"Innalilahi wa innailaihi roji'un. Sekarang bibi dimana? Sudah dimakamkan?" Jawab Lekeesha panik
"Sud-" Ucapan paman Abadard tiba tiba terpotong saat mendengar bahwa Gazbiyya memanggil nya
"PAMAAAAAANNNN"
"Gazbiyya, kamu sudah sahur nak?" Paman mengulum senyum manisnya
"Sudah makan kurma tadi, loh paman kenapa?"
Hari telah siang, dan jam sudah menunjukkan pukul 14.37, Gazbiyya yang baru selesai merapikan bajunya, kini mendekat kearah Lekeesha yang sedang melamun.
Gazbiyya menepuk pelan pundak milik Lekeesha. "kak eh gabaik tau ngelamun kaya gitu"
Lekeesha langsung saja mengalihkan pandangannya kearah Gazbiyya sambil tersenyum. "Tidak Biyya, kakak hanya sedang berfikir nanti kita berbuka pakai apa ya? Kita sudah tidak memiliki makanan."
"Hmm, kita tanya paman saja."
Gazbiyya berlari keluar menuju rumah paman Abadard yang tak jauh dari rumahnya. Namun ketika itu, ia melihat banyak sekali tentara yang membawa senjata. Ia bersembunyi dibalik reruntuhan bangunan.
DER....DER....DER....
Tepat dihadapan Gazbiyya, ia melihat lansia bahkan balita ditembak oleh tentara tentara itu. Darah berceceran dimana mana. Sungguh, sudah tidak ada lagi tempat yang aman disini.
Mereka menjadi pelarian, pengasingan, buronan kriminal, bahkan tersangka, hanya karena iman dan ibadah mereka. Mereka divonis hukuman mati oleh orang orang yang membungkam mulut mereka.
"Assalamualaikum paman" Gazbiyya mendekati paman Abadard yang sedang membersihkan puing bangunan akibat rudal semalam.
"Wa'alaikumussalaam Gazbiyya, kenapa nak?"
"Kita akan berbuka dimana? Apakah mereka akan menembak kita?"
"Insyaallah kita akan berbuka di masjid yang ada di Yerussalem karena paman yakin akan banyak sekali orang yang ikut berbuka disana. Berdoa saja semoga baik baik saja."
"Baik paman, Biyya mau siap siap untuk ke sana."
"Kita berangkat bersama sama ya."
"Hari ini adalah hari pertama berpuasa bagi mereka. Saya yakin mereka akan berbuka di masjid Yerussalem hari ini, apalagi ini hari pertama pasti banyak orang dari balita hingga lansia." Ucap seorang pria dewasa dengan senyum liciknya.
"Kami mengerti. Kami akan kesana, menembak hingga memasang rudal disana."
"Bagus."
Disisi lain, Gazbiyya yang hendak melewati tempat itu tak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Ia segera saja berlari ke rumahnya dan hendak memberitahu kepada kakaknya Lekeesha.
"Kaka Keesha, kita tidak usah ikut ke Yerussalem, kasih tau semua orang." Ucap Gazbiyya panik
"Loh? Kenapa?"
"Assalamu'alaikum Lekeeshaaa"
"Wa'alaikumussalaam Ghina, iya sebentar. Biyya, sudah kamu tenang saja ya." Lekeesha berlari kecil menuju ke arah suara.
Mereka semua menuju ke masjid Yerussalem bersama sama. Ternyata benar disana sudah banyak sekali orang yang hendak berbuka puasa. Saking menyenangkan nya, Gazbiyya sampai lupa apa yang akan terjadi disini.
Adzan Maghrib pun berkumandang, mereka semua bahagia bukan kepalang. Rasa lapar mereka digantikan oleh beberapa buah kurma dan beberapa tegukan air putih.
Mereka pun hendak melaksanakan ibadah solat maghrib secara berjamaah. Setelah selesai, tiba-tiba terdengar suara ledakan sangat keras di luar sana. Orang-orang berhamburan keluar hendak menyelamatkan diri.
"Ya Allah, lagi lagi ledakan itu terdengar jelas." Ucap seorang wanita dewasa.
"Tolong lindungi kami ya Allah." Dilanjutkan oleh wanita yang lain
Tak lama dari itu, sebuah peluru berhasil mengenai seorang balita. Saat itu juga terlihat banyak sekali tentara yang menggunakan senjata mereka untuk menembak semua orang yang ada disana.
Melihat itu Lekeesha langsung saja berlari keluar masjid hingga terlupa dengan adiknya, Gazbiyya. Diluar ia bertemu dengan paman Abadard, yang terlihat sangat panik.
"Keesha, Biyya mana?" Paman Abadard mulai membuka suara, ketika melihat bahwa Gazbiyya tidak ada disamping Lekeesha.
"Astaghfirullah paman, mungkin dia tertinggal di dalam, ya Allah, bagaimana ini paman?!" Lekeesha terlihat sangat panik ketika ia juga baru sadar akan itu.
Lekeesha berlari hendak masuk kedalam masjid itu kembali, namun segera ditahan oleh paman Abadard. "Kamu mau kemana Lekeesha? Sudah diam disini, adikmu pasti baik baik saja."
"Tidak paman, aku ingin menemui adikku sekarang juga. Aku takut jikalau harus kehilangan Biyya. Tidak, itu jangan pernah terjadi." Tangis Lekeesha pecah saat itu juga.
"Tenang Keesha, tenang."
"Bagaimana aku bisa tenang kalau adikku saja ada didalam sana? Sedangkan disana sedang terjadi penembakan? Aku tidak akan pernah tenang sampai aku melihat bahwa adikku baik baik saja!"
"Keesha, dengarkan paman, kalau kamu kesana keadaan akan semakin rumit. Sekarang kamu beristighfar."
"Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah."
DYARR......
Terdengar suara ledakan yang sangat dekat disana. Paman Abadard segera memegang erat tangan Lekeesha, dan menariknya untuk pergi dari sana. Namun Lekeesha tetap pada pendiriannya yaitu menunggu adiknya keluar.
"Keesha, kita harus pergi dari sini. Paman yakin rudal itu akan sampai kesini."
"T-tapi paman"
Paman langsung saja menarik Lekeesha dan berlari, diikuti oleh semua orang yang lari ketakutan. Entah kemana mereka harus pergi.
Gazbiyya bersembunyi dibalik lemari tempat penyimpanan mukena, ketika dirasa bahwa sudah aman dia keluar dari masjid dan melihat sudah banyak asap disana.
"Ledakan itu pasti terjadi lagi, tapi dimana paman dan kakak?"
Hingga Gazbiyya melihat bahwa kakak dan pamannya sedang berlari menjauh dari masjid itu. Ketika Gazbiyya hendak berlari, kakinya malah tertembak dari belakang. Ia langsung terjatuh, dan hanya bisa berteriak.
"KAKAAAA, PAMANNN!"
Lekeesha mendengar itu, sedangkan paman tidak. Lekeesha melihat ke belakang dan menampakkan adiknya yang hendak di tembak oleh tentara tentara itu.
"TIDAKKKK"
Lekeesha berbalik arah, dan berlari menuju adiknya. Ketika tentara hendak menembakkan peluru nya kearah Gazbiyya, ternyata Lekeesha sudah lebih dulu memeluk Gazbiyya, sehingga yang tertembak adalah, Lekeesha.
"Kakak, t-tidak, tidak mungkin." Tatapan tak percaya hadir dari mata Gazbiyya, ia menutup mulutnya dengan tangannya yang sudah berlumur darah milik kakanya.
Ketika ia melihat ke depan, ia melihat rudal hendak mengenai pamannya.
DYARR.......
Rudal itu benar benar mengenai paman Abadard. Hati Gazbiyya seketika hancur berkeping-keping, melihat kakak nya tertembak dalam pelukannya, dan diwaktu yang bersamaan ia melihat pamannya terkena ledakan yang cukup besar. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa paman Abadard dan Lekeesha telah syahid saat itu juga.
"P-paman..."
"Kak, apa yang sebenarnya mereka inginkan? Hingga mereka merebut seluruh keluargaku. Tanahku terbakar, bahkan kebebasan pun telah sirna. Dunia masa kecilku pun telah hancur. Bagaimana rasanya menjadi anak kecil kak? Apakah diluar sana, anak kecil bisa memakan apapun yang diinginkan? Apakah mereka bisa tidur nyenyak? Aku menginginkan itu. Bukan hanya manusia dan binatang yang berdarah, tapi mainan ku turut berdarah." Sesak dada Gazbiyya saat mengatakan itu. Ketika ia melihat sekeliling nya, ia melihat tanahnya telah hancur, banyak mayat yang tergeletak di jalan sana.
"Kenapa kau harus syahid lebih dulu dari aku? Seharusnya kita syahid bersama sama kak. Tapi aku ingin mengucapkan selamat, 20 tahun kau merasakan kegelisahan, ketakutan, dan kehilangan, kini kau sudah bahagia dalam kehidupan yang lebih abadi. Tunggu aku untuk menemuimu disana, semoga lebih cepat."
Allahuakbar.... Allahuakbar.... Allahuakbar...
Gema takbir dari warga Palestina, merayakan hari raya setelah sebulan penuh mereka berpuasa.
"Kak Ghina, antar aku pulang kerumah ya, disana ada mukena bekas peninggalan kakak dan ummi." Ujar Gazbiyya kepada Ghina, sahabat dekat Lekeesha.
"Tentu saja, Biyya." Senyuman manis Ghina perlihatkan kepada Gazbiyya.
Selama ini, mereka tinggal di tenda pengungsian semenjak kejadian sebulan lalu. Ketika sampai di depan rumah, hati Gazbiyya benar benar teriris, ketika rumahnya sudah benar benar hancur.
"Innalillahi, kak rumahku kini telah hancur. Semuanya hancur, bahkan hatiku ikut hancur." Gazbiyya telah berlinang air mata ketika melihat kondisi rumahnya.
"Sabar ya Biyya sayang. Sekarang kita kembali ke tenda pengungsian, kamu tinggal dengan kakak disana. Kita sama sama telah ditinggalkan oleh keluarga dan rumah. Tapi yakinlah, bahwa Allah telah menyiapkan rumah yang lebih indah, dan ketenangan yang tiada tara, di Jannah-Nya." Ghina, mengusap air mata di pipi milik Gazbiyya, dan memeluknya, mereka saling menguatkan satu sama lain.
-SELESAI-