My Destiny Is Only For Me
Karya : Naira
Kelas : 9H
"Vero, nanti kalo Cila udah besar Vero janji yah mau nikahin Cila?"
"Iya, Cila. Vero janji."
Sambil menautkan kedua jari kelingkingnya.
"Bersenang-senanglah kalian berdua. Karna suatu hari nanti aku akan mengambilnya."
10 tahun kemudian.
" Cila, Vero pergi dulu yah? Vero janji bakalan kembali. Tunggu kepulangan Vero yah."
Ujarnya sambil mengusap lembut kepalaku.
" Tapi Vero janji yah jangan lama-lama? Cila ga bisa tanpa Vero."
Ujarku dengan sedikit cemberut.
"Iya, Cila. Doain Vero yah."
Aku pun menganggukkan kepalaku.
Setelah itu Vero memasuki mobilnya untuk mencari ilmu di luar negeri.
Bertahun-tahun lamanya. Aku masih terus menunggu kepulangan Vero.
"Ya tuhan, dimana Vero berada? Apakah ia tidak akan kembali lagi? Aku benar-benar merindukannya."
setiap hari aku selalu mencoba untuk menghubungi Vero. Namun, tidak ada tanda-tanda Vero akan kembali.
Pada akhirnya aku pun memutuskan untuk berangkat bekerja. Kebetulan akan ada meeting pergantian kepala cabang.
Di ruang meeting.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Perkenalkan nama saya Vero Aditia Saputra. Di sini saya akan menggantikan posisi kepala cabang yang lama. Semoga kita bisa berkerja sama dengan baik."
Deg.
"V-vero? D-dia Vero sahabatku kan?"
Monologku sambil terus memandangi sang kepala Cabang itu.
Saat meeting selesai. Aku langsung menghampiri Pa Vero.
"V-vero, kamu ga inget aku? I-ini aku Cila."
"C-cila? Kenapa nama kamu bisa sama seperti nama pacar saya?"
Degg
"Vero, k-kamu udah punya pacar?"
"Ya, pacar saya bernama Cila, dia adalah teman kecil saya. Dan kamu siapa? Aku tidak mengenalimu."
"T-tap-"
"Sudah lah saya sibuk. Saya permisi."
Ujarnya sambil keluar.
"Siapa wanita yang mengaku-ngaku sebagai diriku? Aku harus liat pacar Vero."
Monologku sebelum akhirnya aku keluar dari ruangan itu.
1 Minggu kemudian. Aku tengah berada di salah satu cafe dekat kantor. Di saat aku sedang menikmati waktu istirahat ini. Mataku tertuju pada salah satu meja. Di sana ada Vero dan kekasihnya.
"W-wanita itu, karen!!"
Aku pun bergegas untuk menghampiri meja Vero.
Brakk
"Karen!! Kenapa kamu tega berpura-pura menjadi aku, hah?"
Deg
"Bagaimana ia bisa mengetahui hal ini? Pokonya Vero ga boleh tau tentang kebenaran ini."
Monolog Karen.
"M-maksud kamu apa? Bahkan aku saja tidak mengenalimu."
Ujar Karen dengan wajah polosnya itu.
"CILA!!! APA APAN KAMU INI HAH?? DIMANA LETAK ETIKA KAMU? MULAI SEKARANG KAMU SAYA PECAT!!"
bentak Vero, dan pergi meninggalkanku seorang diri.
"V-vero, k-kenapa kamu tega sama aku. Hiks hiks,"
Tangisku sambil memandangi kepergian Vero
Di malam harinya, di saat aku tengah mengendarai mobilku, ada sekelompok geng motor yang menghentikan mobilku. Entah apa yang terjadi, semuanya terlihat gelap. Ya, aku jatuh pingsan.
Perlahan - lahan aku membuka mataku. Aku benar-benar binggung, aku tak tahu aku berada di mana.
Brugg
"Awww,,"
Teriakku saat ada seseorang yang memukul pundakku dari belakang.
"Welcome back, Cila."
Ujar seorang wanita bertopeng itu.
"S-siapa kamu!!!"
"Aku? Apakah kamu lupa denganku Cila."
Wanita bertopeng itu membuka topeng yang ada di wajahnya. Seketika aku terkejut saat melihat wajah wanita itu.
"K-karen, k-kenapa kamu lakuin semua ini? Apa salah aku Karen!!"
Brugg
Satu pukulan kembali mendarat di tubuhku.
"Salah kamu?? SALAH KAMU CUMAN SATU L, CILA. YAITU, MENDAPATKAN CINTANYA VERO!!"
BRUG
BRUG
"GUE BENCI SAMA LO, CILA. GUE BENCI!!"
Karen terus memukuli tubuhku tanpa ampun. Aku rasa aku akan menghadapi ajalku sekarang. Namun, tak ku sangka Vero datang dan menghentikan Karen.
"CUKUP KAREN, CUKUP!! JANGAN SAKITI CILA LAGI!!"
Teriak Vero penuh emosi.
"V-vero, kam-"
"Aku sudah tau semuanya, Karen. Kamu benar-benar wanita iblis. Bodohnya kamu percaya dengan tipu dayaku. Kecelakaan pesawat itu tidak membuat diriku amnesia, dan ya, kamu berhasil masuk kedalam jebakan ku, Karen. Dan sekarang waktunya kamu menghadap ajalmu."
Dor
Dor
Dor
Tiga kali tembakan itu berhasil menghilangkan nyawa Karen. Kini Vero dan Cila kembali merasakan kebahagiaan yang menjadi impian mereka berdua.
0 Komentar:
Posting Komentar